GenPI.co - Majelis Ulama Indonesia ikut memberikan saran kepada Kementerian Agama soal keberangkatan haji pada musim pandemi.
Sebab, keselamatan jemaah menjadi rentan ketika melakukan ibadah di tengah ancaman pandemi.
BACA JUGA: Mendadak Menag Gus Yaqut Temui Megawati, Pengakuannya Mengejutkan
Komisi Fatwa MUO Asrorun Niam negara mesti tegas untuk melakulan pembatasan dan meminimalisir kontak antarjemaah.
"Kalau Arab Saudi membuka, tetapi penularan tinggi, sebaiknya tidak perlu dipaksakan," kata Asrorun Niam dalam diskusi virtual Istitha'ah Haji, beberapa waktu lalu.
Niam menjelaskan ada tiga tafsir soal Istitha'ah. Pertama, pandangan Imam Syafi'i dan Ahmad Bin Hambal yang mengatakan Istitha'ah itu hanya soal biaya.
Dalam pandangan ini, orang yang tidak bisa melaksanakan haji, tetapi memiliki biaya, orang tersebut wajib membiayai orang lain untuk menghajikannya.
Kedua, pandangan Imam Malik yang menyebut kesehatan badan.
Dalam pandanga ini, seseorang yang memiliki biaya, tetapi tidak sehat sdcara fisik bukan termasuk istitha'ah.
Ketiga, ialah pandangan Abu Hanafiah yang menerangkan bahwa istitha'ah pada dasarnya meliputi bidang biaya dan kesehatan.
Selain itu MUI juga telah mengeluarkan 3 hal yang bisa menjadi referensi Kemenag mengambil keputusan.
Pertama, keputusan ijma ulama Komisi Fatwa MUI tahun 2018 tentang istitha'ah kesehatan haji.
Kedua, Fatwa MUI tentang pemakaian masker bagi orang yang sedang ihram.
BACA JUGA: MUI: Harus Ada Standarisasi Bagi Pendakwah
Ketiga, Fatwa MUI tahun 2020 tentang penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadi wabah covid-19.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News