Pemberian Susu Kental Manis Berpotensi Langgar Hak Anak

19 Juni 2021 22:50

GenPI.co - Menjaga anak-anak agar tidak menjadi korban stunting perlu dilakukan. Salah satunya memberikan makanan yang bergizi.

Namun, menariknya adalah pemberian makanan tak bergizi kepada anak seperti susu kental manis berpotensi melanggar hak anak.

Hal ini mengemuka dalam diskusi media yang diselenggarakan Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (KOPMAS) bertema Lingkaran Setan Gizi Buruk di Indonesia.

BACA JUGA:  3 Langkah Perbaikan Gizi untuk Bayi Stunting, Catat Moms!

Dr. Entos Zainal ,SP, MPHM, Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Pendidikan Kemen PPPA yang hadir sebagai pemateri menjelaskan isu kesehatan adalah yang sangat memengaruhi bagaimana perkembangan anak dan remaja disaat dewasanya kelak.

“Isu kesehatan yang paling berpengaruh pada anak dan remaja adalah stunting, malnutrisi, anemia, penyakit tidak menular, kesehatan reproduksi, HIV/ AIDS, kekerasan, rokok dan narkoba,” jelas Entos Zainal.

BACA JUGA:  Anak-Anak Suku Baduy Rawan Gizi Buruk, KOPMAS Lakukan Hal Ini

Diantara permasalahan di atas, stunting masih menyisakan pekerjaan rumah yang berat, baik bagi pemerintah dan juga masyarakat.

Sebab, Presiden Joko Widodo menargetkan penurunan stunting pada 2024 hingga 14%, sementara saat ini angka stunting masih berkisar 27%.

Demi mempercepat target penurunan prevalensi stunting tersebut, Kementerian PPPA mengajak seluruh elemen masyarakat ikut berperan mengkampanyekan ASI ekslusif sebagai bekal anak tumbuh dengan status gizi yang baik.

“Kita harus jaga betul agar susu kental manis tidak diberikan kepada bayi. Pemenuhan hak anak terlanggar bila susu kental manis terus diberikan sebagai minuman pengganti susu untuk anak, ” lanjut Entos.

Ketua Bidang Advokasi KOPMAS R. Marni memaparkan temuan-temuan KOPMAS terkait permasalahan gizi anak selama 2020 – 2021.

“Permasalahan gizi anak dan remaja, jika ditarik benang merahnya, semua bersumber pada keluarga. Bagaimana kebiasaan makan anak, bagaimana gaya hidup anak saat remaja hingga dewasa, apakah abak-anak tumbuh dengan gizi yang cukup atau malah beresiko anemia, ini tergantung dari bagaimana perlakuan keluarga terhadap anak,” jelas Marni.

Dalam temuan KOPMAS baru-baru ini, saat mengadvokasi gizi untuk masyarakat di Ciboleger dan Ciemes, Marni mengungkapkan bahwa masyarakat yang selama ini dikenal hidup dengan kearifan lokal, mengonsumsi makanan yang bersumber dari alam pun beresiko gizi buruk.

“Jika dulu masyarakat Baduy ini identik dengan hidup tanpa teknologi, sekarang mereka sudah akrab dengan gadget dan televisi. Dampaknya adalah, anak-anak Baduy yang biasanya makan singkong, sayur dan ikan-ikanan, kini terbiasa makan sosis, baso, nugget dan pagi sarapan dengan sereal atau susu kental manis. Bahayanya adalah, orang tua tidak paham bahwa apa yang dimakan anak-anak mereka tidak sesehat menu dari ladang yang dahulu biasa mereka konsumsi,” papar Marni. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Landy Primasiwi

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co