Tak Lolos Sistem Zonasi, 1 SD Tak Diterima Hingga Bakar Piagam

08 Juli 2019 10:05

GenPI.co – Meski kehadiran sistem zonasi berharap memberikan kebaikan di dunia pendidikan, namun sudah memikirkan dampak buruk dari sebuah kebijakan? istem zonasi dalam dalam PPDB 2019 (penerimaan peserta didik baru) terus menimbulkan kekisruhan di sejumlah wilayah. Selain dinilai kurang sosialisasi, sistem ini juga dirasa menghamabat para siswa untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Siswa berprestasi dengan nilai tinggi pun turut merasakan dampaknya.

Kali ini GenPI.co merangkum berbagai fakta menyedihkan yang dialami para siswa di sejumlah daerah akibat sistem zonasi ini. Berikut ulasannya seperti dilansir berbagai sumber.   

1. Siswa Berprestasi di Banten terpaksa Masuk Swasta

Salah satu contoh daerah yang menyesalkan zonasi ini adalah provinsi Banten. Banyak siswa berprestasi di Banten gagal masuk SMA Negeri. Sebagian besar siswa berprestasi memang memiliki jarak yang cukup jauh dari rumahnya ke lokasi sekolah. Sehingga cukup menyulitkan dengan adanya sistem zonasi ini.

"Karena sistem zonasi, mereka ke sekolah ini jauh karena di perbatasan, jarak rumah mereka ke sekolah lebih dari dua kilometer, mereka kalah dong dengan yang satu kilometer," ujar Gubernur Banten Wahidin Halim, dikutip dari Kompas.com, Minggu (7/7).

Wahidin mengatakan, pihaknya saat ini tengah mencari solusi terbaik supaya siswa berprestasi bisa masuk ke SMA Negeri. Sebab, lanjutnya jika masuk ke SMA swasta dikhawatirkan biaya yang dikeluarkan oleh orang tua siswa jauh lebih besar.  "Mereka ke swasta tidak sanggup membiayai, ke negeri tidak dapat, mereka harus diakomodir," sambung Wahidin.

Dibuatnya sistem zonasi, menurutnya tidak memikirkan secara khusus fasilitas sekolah, lantaran tidak semua wilayah memiliki perbandingan antara jumlah sekolah dan siswa yang sama. Misalnya, di Kota Tangerang dan Serang yang memiliki minat masuk sekolah yang sangat tinggi, sementara jumlah sekolah tidak sebanding. Akhirnya banyak siswa, bahkan yang berprestasi, tidak bisa masuk ke SMA Negeri.

2. Siswa Bakar Piagam di Pekalongan

Kabar menyedihkan lain datang dari seorang siswa SD di Pekalongan. Seorang siswa beinisial Y nekat membakar piagam miliknya karena gagal masuk SMP negeri  impiannya. Menurut Sugeng Witoto, ayah Y, anaknya merasa kecewa dan menganggap piagam-piagam tersebut tak lagi berguna. Aksi Y segera menjadi viral di media sosial dan mengundang komentar banyak pihak.

Sugeng juga mengaku kecewa dengan sistem zonasi yang membuat anaknya tidak bersekolah di SMP favoritnya. Sugeng sudah mendaftar ke jalur prestasi. Namun, kata pihak sekolah (SMP) tidak bisa dan harus mendaftar di sekolah sesuai aturan sistem zonasi. Ia menjelaskan, ada sekitar 15 piagam penghargaan yang dibakar oleh anaknya.

Piagam itu hasil dari sejumlah kejuaraan yang diikuti dan berhasil menyabet juara satu, antara lain lomba menulis halus, cerita islami, tilawah, azan, nyanyi solo, nyanyi grup, dan dokter kecil. "Anak saya juga selalu masuk dan memiliki ranking di kelasnya. Mungkin berpikiran piagam-piagam tidak membantu dirinya masuk ke SMP Negeri 1 Kajen (sekolah yang diinginkan), jadi akhirnya dibakar," ujar Sugeng dikutip Tribun.

3. Sebanyak 28 Siswa satu SD indramayu Ditolak Sekolah

Hal mengejutkan datang dari salah satu SD di Indramayu, Jawa Barat. Seluruh murid di sebuah SD tidak diterima di SMP mana pun pada pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019. Kepala Seksi Kurikulum dan Peserta Didik Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu, Pendi Susanto menyebutkan, sekolah tersebut adalah SDN 1 Sukasari yang berada di daerah perbatasan antara Kecamatan Arahan dan Kecamatan Lohbener.

Baca juga:

Server Pendaftaran PPDB Jalur Zonasi di Sumut Bermasalah

Mendikbud Nilai Sistem Zonasi PPDB Lebih Adil, Ini Penjelasannya

"SD ini sebenarnya lebih dekat ke SMPN 1 Lohbener tapi posisinya di Kecamatan Arahan, ketika mau mendaftar ke SMP terdekat di Kecamatan Arahan yang masuk zona tapi tidak diterima karena jauh," ujar Pendi dikutip Tribun.

Alhasil, lanjut Pendi, sebanyak 28 murid dari satu sekolah itu tidak diterima di SMP mana pun. "Ke SMPN 1 Arahan terlalu jauh jadi tidak diterima, ke SMPN 1 Lohbener ini sudah melewati batas wilayah jadi tidak diterima juga," sambungnya.

Bahkan, menurut Pendi orangtua murid sempat mengajukan protes ke Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu karena tidak diterimanya anak mereka di SMP mana pun. Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu, kata Pendi Susanto, kemudian mencari solusi. Disdik akhirnya memberlakukan penambahan rombongan belajar (rombel) di SMPN 1 Lohbener. Padahal, kuota PPDB di SMPN 1 Lohbener itu sudah terpenuhi.


Simak juga video ini:

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Maulin Nastria Reporter: Hafid Arsyid

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co