Ahli Vulkanologi ITB Beber Penyebab Erupsi Gunung Semeru

06 Desember 2021 05:30

GenPI.co - Ahli Vulkanologi Institut Teknologi Bandung Dr.Eng. Mirzam Abdurrachman, S.T., M.T. mengatakan, material aliran lahar yang terjadi di Gunung Semeru merupakan akumulasi dari letusan sebelumnya yang menutupi kawah gunung tersebut.

“Terkikisnya material abu vulkanik yang berada di tudung gunung tersebut membuat beban yang menutup Semeru hilang sehingga membuat gunung mengalami erupsi,” katanya, Minggu (5/12/2021).

Sebelumnya diberitakan, Gunung Semeru erupsi pada Sabtu sore, (4/12/2021) sekitar pukul 14:50 WIB.

BACA JUGA:  Gunung Semeru Level 2, Begini Imbauan Pemerintah ke Masyarakat

Mengutip dari Magma Indonesia, visual letusan tidak teramati, namun erupsi ini terekam di seismograf dengan amplitudo maksimum 25 mm dan durasi 5160 detik.

Menurut Dr. Mirzam, saat terjadi erupsi warga cenderung tidak merasakan adanya gempa, akan tetapi tetap terekam oleh seismograf. Hal ini disebabkan oleh sedikitnya material yang berada di dalam dapur magma.

BACA JUGA:  Letusan Gunung Semeru, 13 Orang Meninggal, Puluhan Warga Hilang

Ia menjelaskan, faktor Gunung Semeru bisa meletus. Ada tiga hal yang menyebabkan sebuah gunung api bisa meletus.

Pertama karena volume di dapur magmanya sudah penuh. Kedua, ada longsoran di dapur magma yang disebabkan terjadinya pengkristalan magma, dan yang ketiga di atas dapur magma.

BACA JUGA:  Ramalan Jayabaya Soal Semeru Bikin Tegang, Pulau Jawa Terbelah

“Faktor yang ketiga ini sepertinya yang terjadi di Semeru, jadi ketika curah hujannya cukup tinggi, abu vulkanik yang menahan di puncaknya baik dari akumulasi letusan sebelumnya, terkikis oleh air, sehingga gunung api kehilangan beban," tuturnya.

Sehingga meskipun isi dapur magmanya sedikit yang bisa dilihat dari aktivitas kegempaan yang sedikit (hanya bisa diditeksi oleh alat namun tidak dirasakan oleh orang yang tinggal di sekitarnya), Semeru tetap bisa erupsi.

Dosen pada Kelompok Keahlian Petrologi, Vulkanologi, dan Geokimia, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) itu mengatakan, Gunung Semeru merupakan salah satu gunung api aktif tipe A.

Berdasarkan data dan pengamatan yang dilakukan, Dr. Mirzam berkesimpulan bahwa Gunung Semeru memiliki interval letusan jangka pendeknya 1-2 tahun.

Terakhir tercatat pernah juga mengalami letusan di tahun 2020 juga di bulan Desember.

“Letusan kali ini, volume magmanya sebetulnya tidak banyak, tetapi abu vulkaniknya banyak sebab akumulasi dari letusan sebelumnya,” jelasnya.

Namun menurutnya Dr. Mirzam, arah letusan gunung Semeru bisa diprediksi yaitu mengarah ke tenggara. Hal ini karena mengacu pada peta Geologi Semeru, bidang tempat lahirnya gunung ini tidak horizontal tetapi miring ke arah selatan.

“Kalau kita mengacu pada letusan 2020, arah abu vulkaniknya itu cenderung ke arah tenggara dan selatan karena anginnya berhembus ke arah tersebut begitu juga dengan aliran laharnya karena semua suangai yang berhulu ke puncak Semeru semua merngalir kea rah selatan dan tenggara,” ujarnya.

Mirzam mengindikasikan abu vulkanik gunung semeru cenderung berat yang ditandai dengan warnanya yang abu-abu pekat. Hal tersebut terlihat dari visual di puncak Gunung Semeru.

Sehingga ketika letusan-letusan sebelumnya terjadi, abu vulkaniknya jatuh menumpuk di hanya di sekitar area puncak gunung semeru, ini yang menjadi cikal bakal melimpahnya material lahar letusan 2021.

Dr. Mirzam mengatakan, bahaya dari gunung api secara umum ada dua, yaitu primer dan sekunder. Bahaya primer berkaitan dengan saat gunung meletus dan bahaya sekunder setelah gunung api tersebut meletus.

Bahaya primer dari letusan ialah aliran lava, wedus gembel, dan abu vulkanik. Sementara bahaya sekunder salah satunya terjadinya banjir bandang atau pun lahar. “Dua-duanya sama-sama berbahaya,” ujarnya. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Irwina Istiqomah

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co