GenPI.co - Malioboro dan Yogyakarta adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
Malioboro juga sudah menjadi sumbu filosofi Keraton Yogyakarta. Sumbu imajiner atau bentang garis dari Laut Selatan, Panggung Krapyak, Keraton Yogyakarta, Malioboro, Tugu Yogyakarta hingga Gunung Merapi merupakan tata ruang Yogyakarta yang dirancang pendiri Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) I.
Sumbu filosofi ini dalam pengusulan sebagai salah satu warisan budaya dunia tak benda ke UNESCO.
Untuk menjadikannya harmonis, kawasan Malioboro pun ditata. Sebab sumbu filosofi ini melambangkan konsep Manunggaling Kawula Gusti.
Konsep itu memiliki filosofi keselarasan, keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, manusia dengan alam dan jagat seisinya.
Salah satunya dengan memberikan tempat baru bagi pedagang kaki lima (PKL) Malioboro.
Dua tempat baru yang dipilih, yakni bangunan eks Bioskop Indra di sisi selatan dan bekas bangunan Dinas Pariwisata di sisi utara. Pemda DIY berencana merelokasi PKL secara bertahap.
"Jadi, konsekuensi-konsekuensi yang nanti akan muncul itu memang juga akan kami siapkan mitigasinya dengan implementasi yang juga bertahap," kata Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY Dian Lakshmi Pratiwi, Jumat (10/12)
Keadilan dan kenyamanan hidup yang kemudian terjadi di kawasan Malioboro inilah yang kemudian menjadi pertimbangan besar relokasi. Masyarakat luas juga memiliki hak yang sama untuk mengapresiasi kawasan Malioboro.
Kawasan Malioboro sebagai bagian dari kawasan cagar budaya Keraton Yogyakarta itu sebenarnya sama dengan beberapa kawasan cagar budaya lain.
Namun, banyak stakeholders serta pemangku kepentingan yang kemudian punya kepentingan di sana.
Sudah banyak upaya yang dilakukan Dinas Kebudayaan untuk meningkatkan value kawasan Malioboro bahkan mulai dari titik nol.
Dian mengakui penataan memang masih ada pro dan kontra. Tahapan-tahapan untuk menuju ke arah yang lebih tertata memang tidak dalam jangka waktu yang pendek.
“Kalau masalah image kemudian memori kolektif, kemudian beserta konteks makna nilai kehidupan di Malioboro itu tidak akan dihilangkan. Hanya akan secara bertahap dikuatkan kembali melalui penataan-penataan yang berbasis pada kearifan lokal, yaitu kearifan warisan budayanya, baik tangible maupun intangible," lanjutnya.
Dian menjelaskan, keadilan bersama antara pemilik toko dengan PKL dengan masyarakat pengguna dan pengapresiasi Malioboro akan terjadi kenyamanan bersama kira-kira seperti itu.
“Kalau (akibatnya, red) ini ada perpindahan dan layanan, ini sebenarnya hanya tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk proses ke arah yang lebih baik," paparnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Koperasi dan UKM DIY Srie Nurkyatsiwi menjelaskan, Pemda DIY akan menggratiskan lapak bagi PKL Malioboro yang akan direlokasi.
Mereka tidak perlu membayar lapak di dua titik relokasi, baik di bangunan eks Bioskop Indra maupun eks Dinas Pariwisata DIY.
“Kami gratiskan untuk penataan PKL di dua titik itu. Ini sebagai afirmasi pemerintah dalam menumbuhkan ekonomi, pemerintah hadir saat kita ini bagi pelaku usaha untuk naik kelas," ujar
Menurut Siwi, relokasi saat ini tidak akan berbayar bagi PKL. Ke depan Pemda DIY akan melakukan evaluasi terus-menerus kebijakan tersebut.
Rencananya sekitar 1.600-1.800 PKL di Malioboro akan dipindah dua dititik relokasi pada Januari 2022.
Sekitar 50 persen PKL akan menempati bangunan eks Bioskop Indra di sisi selatan.
Di sisi utara, 50 persen PKL lainnya kan ditempatkan di eks Dinas Pariwisata.
Masing-masing titik relokasI akan ditempati PKL dengan beragam klaster seperti kerajinan, fashion maupun kuliner.
Pemda menyediakan fasilitas yang dibutuhkan untuk mendukung tempat baru tersebut.
"Jadi, selain wisatawan bisa membeli kerajinan atau fashion, mereka juga bisa menikmati kuliner di tempat yang sama," ujarnya.
Siwi menambahkan, relokasi dilakukan dalam rangka penataan kawasan Malioboro sebagai bagian dari program Sumbu Filosofi sebagai Warisan Budaya Dunia Tak Benda ke UNESCO.
Pemda tengah melakukan proses pendataan dalam program tersebut.
PKL diminta tidak merasa khawatir dengan adanya kebijakan tersebut. Termasuk ketakutan bila pemindahan tersebut akan merugikan mereka. Relokasi tersebut justru memberikan keamanan, kenyamanan bagi PKL untuk berjualan.
"PKL yang membutuhkan tempat yang nyaman dan permanen untuk berjualan, tidak perlu pindah-pindah. Di tempat yang baru, mereka tidak hanya menampilkan produk yang dijual, tetapi juga membuat tempat itu jadi dikangeni wisatawan dan pengunjung karena aman, nyaman dengan produk yang berkualitas dan istimewa," paparnya.
Pemda DIY dan Pemkot Yogyakarta bekerja sama tengah menyiapkan skema dan strategi dalam penataan PKL Malioboro.
Termasuk manajemen lalu lintas agar wisatawan tetap bisa menikmati keindahan Malioboro sekaligus berbelanja ke PKL.
Pemindahan tersebut dilakukan bagi PKL yang legal atau memiliki izin berjualan.
Mereka yang selama ini sudah terdaftar di beberapa paguyuban dipastikan bisa ikut direlokasi ke tempat baru.
"Daftar ini akan jadi bagian list yang digunakan untuk relokasi, kalau tidak masuk list berarti mereka memang tidak terdaftar selama ini di malioboro. Nanti akan ada intervensi beda," ungkapnya.
Siwi menyebutkan, di tempat baru yang lebih permanen, PKL tidak perlu memindahkan lapak-lapak mereka. Selain itu legalitas berjualan pun akan mereka miliki sebagai bagian dari UMKM di DIY.
Legalitas itu penting agar usaha PKL semakin meningkat. Apalagi mereka akan mendapatkan id card yang dikeluarkan oleh Pemda untuk pengembangan usaha.
"ID Card itu akan jadi legalitas mereka saat mengembangkan jejaring atau saat membutuhkan pembiayaan. Ini kan lebih nantinya akan ada trust (kepercayaan-red) dari klien karena mereka memang benar berjualan dan menjadi binaan pemda," paparnya. (adv)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News