GenPI.co - Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) diharapkan dapat menguatkan aspek pemulihan korban.
Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempan) Andy Yentriyani mengatakan, pihaknya telah membuat catatan tahunan dengan mengumpulkan data-data kekerasan seksual terhadap perempuan.
Data itu berasal dari lembaga tenaga layanan, yakni pemerintah, penegak hukum, dan masyarakat.
Komnas Perempuan melakukan kajian mengenai dinamika kekerasan terhadap perempuan.
Sejak 2010, Komnas Perempuan melihat adanya gejala peningkatan pelaporan akibat kekerasan seksual.
"Sampai 2019, data yang masuk di Komnas Perempuan, sekurang-kurangnya dalam dua jam, ada tiga perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual," ungkapnya di Jakarta, Rabu (13/1/2022).
Dia menegaskan, catatan itu merupakan laporan yang masuk, namun masih banyak perempuan yang tidak melaporkan kasusnya.
Isu kekerasan seksual saat ini, lanjutnya, makin kompleks bukan hanya dari angka pelaporan yang terus meningkat.
Para pelaku kekerasan seksual bukan saja dari orang-orang yang tidak dikenal, tetapi pelakunya merupakan orang terdekat dari korban di lingkungan yang seharusnya memberikan rasa aman.
"Isu darurat seksual ini sesungguhnya juga disebabkan daya penanganannya yang sangat terbatas. Hal itu bisa dipercepat dengan RUU TPKS," tuturnya.
RUU TPKS diharapkan ada ruang untuk menguatkan dan mengoptimalkan pencegahan.
"Kami siap mengawal pelaksanaannya, jika dimandatkan," katanya. (antara)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News