HPN 2022 dalam Pandangan Pejabat dan Pengamat di Tanjung Pinang

09 Februari 2022 21:32

GenPI.co - Dalam perayaan Hari Pers Nasional (HPN) 2022, Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Tanjung Pinang, Kepulauan Riau (Kepri), menyebut bahwa pers berarti kebebasan.

Kebebasan itu bermakna dalam menyuarakan pendapat maupun kepentingan masyarakat.

Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Tanjung Pinang Ruli Friady, mengatakan, meski bebas, pers tetap harus memerhatikan koridor yang diatur dalam Undang-Undang nomor 40 tahun 1999 dan kode etik jurnalistik.

BACA JUGA:  Damkar Tanjung Pinang Gelar Pelatihan, Tingkatkan Kualitas Armada

Pers dinilai punya tanggung jawab sosial dan kebebasan pers bukanlah tanpa batas.

“Setiap berita yang dikeluarkan tidak boleh melanggar ketentuan hak asasi manusia," katanya mengutip laman resmi Pemko Tanjung Pinang, Rabu (9/2).

BACA JUGA:  SMPN 4 Tanjung Pinang Raih Peringkat 1 Tari Zapin

Dia mengungkapkan, kebebasan pers di Tanjung Pinang saat ini sudah berjalan dengan baik. Kerja-kerja jurnalistik yang didukung dengan undang-undang pers telah membuatnya semakin profesional dan menjadi pidana lex spesialis apabila terjadi sengketa jurnalistik.

Namun, yang saat ini membuat kebebasan jurnalistik ternodai karena maraknya buzzer yang sejatinya tidak memproduksi produk jurnalistik, melainkan menyebarkan propaganda untuk kepentingan tertentu.

BACA JUGA:  35 Atlet Sepak Bola Tanjung Pinang Siap Berlaga di Porprov Kepri

"Karena itu, untuk menuju pers yang profesional, Dewan Pers mengatur regulasi untuk menguji kompetensi para jurnalis," kata dia.

Sementara Ahli Pers Dewan Pers, Zamzami A. Karim, mengatakan sebagai pilar demokrasi sudah seharusnya dalam melaksanakan kerja-kerja jurnalistik, pers harus memegang prinsip demokrasi, keadilan, dan surpremasi hukum.

"Oleh karena itu, ada kode etik, ada koridor yang diatur dalam undang-undang. Tetapi, tidak boleh mengabaikan undang-undang yang mengatur tata prilaku hubungan antara masyarakat," katanya.

Untuk itu, Dewan Pers menganjurkan dan mendorong property rights dan juga profesionalime wartawan melalui peningkatan pendidikan seperti uji kompetensi wartawan.

"Karya-karya jurnalistik itu harus di tulis dengan bahasa yang benar, diksi yang tepat sehingga menghasilkan karya yang bisa dihargai, bukan propaganda. Kerja pers tidak boleh berpihak, harus independen," kata dia.

Pengamat Kebijakan Publik, Alfiandri mengatakan sebenarnya dalam mendirikan perusahaan media, tentu ada sejumlah izin dan syarat kelengkapan yang harus dipenuhi.

Begitu juga dalam menerbitkan berita ada ruang editor untuk memublikasikan berita yang layak dikonsumsi masyarakat.

"Editor ini yang menyaring apakah berita itu layak atau tidak layak untuk diterbitkan. Sehingga informasi itu memuat konten yang produktif, bukan provokasi," kata dia.

Namun, kata Alfiandri, karena mudahnya era digital saat ini banyak ruang-ruang yang bisa dimanfaatkan pihak tak bertanggung jawab seolah-olah mereka berizin sehingga hadirnya orang-orang menulis sebagai alat propaganda.

Menurutnya, proses lahirnya media sebagai alat informasi kalau diingat masa kemerdekaan itu diwarnai hadirnya orang yang menulis sebagai alat propaganda.

"Karena itu, perlu dikontrol di dalam konten propaganda yang disampaikan dan informasi yang tawarkan, sehingga masyarakat tidak dibuat panik dan tidak nyaman," katanya. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Fathur Rohim

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2025 by GenPI.co