GenPI.co - Irawan, pria yang tinggal di Bandung, harus menempuh ratusan kilometer demi ikut Lebaran bersama jemaah Aboge di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas.
Berbeda dengan pemerintah, jemaah Aboge di Cikakak tersebut baru menggelar salat Idulfitri pada Rabu (4/5).
Mereka melakukan salat berjemaah di Masjid Saka Tunggal Cikakak.
"Saya hanya mengikuti adat karena orang tua dahulu dari sini," ujar Irawan saat ditemui GenPI.co, di Cikakak, Banyumas, Rabu (4/5).
Irawan mengaku selalu mengikuti adat Aboge setiap merayakan Lebaran.
Meskipun demikian, sebenarnya secara ibadah dirinya mengikuti aturan pemerintah.
"Awal puasa dan Lebaran saya ikut keputusan pemerintah," ungkapnya.
Irawan mengaku salat Idulfitri dua kali. Menurut dia, satu kali itu sebagai ibadah yang penanggalannya sesuai dengan aturan pemerintah.
Sedangkan salat kedua sesuai kalender Aboge hanya sebagai bentuk pelestarian adat.
"Untuk menghormati ajaran leluhur dan silaturahmi dengan tetangga. Sebab, di sini ramenya hari ini," tuturnya.
Menurut dia, toleransi merupakan kunci utama menanggapi perbedaan. Sebab, Irawan percaya perbedaan itu tak selalu harus diributkan.
"Sebenarnya baiknya ikut nasional, tetapi ini sudah turun temurun. Jadi, ikuti saja," tambahnya.
Sebagai informasi, penanggalan Aboge mendasarkan hitungan tahun yang jumlahnya delapan atau satu windu.
Adapun tiap tahun punya nama yang berbeda-beda, seperti Alif, He, Jim, Je, Dal, Be, Wawu, dan Jim Akhir.
Di Banyumas, pengikut Aboge tersebar di beberapa wilayah, mulai Desa Cikakak, Kracak, hingga Pekuncen.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News