Akademisi Uncen Berharap Lukas Enembe Ikuti Jejak Nelson Mandela

07 Oktober 2022 02:20

GenPI.co - Gubernur Papua Lukas Enembe, tersangka kasus korupsi telah dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Namun, dua kali pemanggilan dari lembaga antirasuah tersebut, Lukas Enembe tak kunjung penuhi panggilan.

Akademisi dari Universitas Cenderawasih (Uncen) Papua, Laus Deo Calvin Rumayom mengatakan kasus Lukas Enembe maupun kasus bupati-bupati lainnya di Papua harus ditangani secara khusus dan hati-hati.

BACA JUGA:  Tembok Sekolah MTSN 19 Ambruk Akibat Banjir, 3 Orang Tewas

Mengingat mereka berada dalam komunitas masyarakat yang pernah mengalami trauma, di mana mereka punya pengalaman sakit hati dan tak percaya kepada negara.

“Kita harus jelaskan kepada masyarakat, bahwa kasus ini tidak ada hubungannya dengan soal pelanggaran HAM, tapi ini adalah murni kasus penyalahgunaan kewenangan,” terang Laus di Papua, Kamis (6/10).

BACA JUGA:  Menko Airlangga: Pengembangan Energi Baru Terbarukan Menjadi Prioritas

Ketua Analisis Papua Strategis ini menjelaskan, kalau yang digaungkan misalnya jemput paksa atau narasi-narasi tanpa penjelasan yang lebih spesifik, maka masyarakat akan mempunyai kesimpulan sendiri.

Akibatnya Polri akan kesulitan melaksanakan keputusan KPK sehingga tidak bisa menangkap atau menahan Lukas Enembe, apakah karena masalah keamanan atau soal alat bukti yang belum cukup.

BACA JUGA:  Eks Anggota KNPB Minta Lukas Enembe Hadapi Hukum

“Kita tidak boleh biarkan Lukas sendiri, tidak boleh biarkan Pemprov Papua ini sendiri, tidak boleh biarkan KPK bergerak sendiri, TNI-Polri bergerak sendiri,” imbau Laus.

Dirinya melihat ada pelajaran berharga yang dapat dipetik dari peristiwa ini yang melahirkan sebuah konsep pembangunan Papua dengan satu prespektif baru, yaitu pendekatan antropologis, filosofis, dan partisipatif.

“Pengalaman dari kasus hari ini menjadi sebuah peta demokrasi kita di Papua ke depan dan di Indonesia, bahwa kesalahan-kesalahan yang tejadi di masa lalu selama 20 tahun tentu sudah harus ada di dalam matriks atau statistik," ungkapnya.

"Tidak boleh terulang kembali, misalnya mencegah terjadinya korupsi, mencegah terjadinya pelanggaran HAM, mencegah terjadinya konflik budaya dan konflik sosial, dan lain-lain,” sambungnya.

Untuk tujuan itu, Laus telah menginisiasi suatu gerakan dengan membentuk Tim Advokasi Independen bagi Gubernur Papua.

Yang dilakukan tim ini antara lain mengoleksi semua data, informasi untuk dikaji, diolah. Tim advokasi ini tidak memihak kepada Gubernur atau KPK, tetapi secara independen.

Dijelaskan bahwa Timadvokasi indepen ini menganggap bahwa kita semua berkepentingan untuk memperbaiki Papua ke depan, sehingga dalam kasus ini tidak hanya berdebat secara hukum dan politik, tetapi memperbaiki Papua 20 tahun ke depan.

“Sehingga siapapun pemimpin Papua ke depan, siapapun bupati-bupati di Papua dan Papua Barat tidak lagi melakukan kesalahan-kesalahan yang sama yang pernah terjadi di tahun sebelumnya,” bebernya.

Kepada Gubernur Lukas Enembe, Laus berpesan dapat mengikuti jejak Nelson Mandela yang menjadi contoh bagi negara-negara demokrasi di dunia.

Nelson Mandela setelah 27 tahun mendekam dalam penjara, dia tetap menyerukan perdamaian dan pengampunan bagi lawan-lawan politiknya.

Nelson Mandela dikenang sebagai tokoh politik yang berani memberikan pengampunan kepada Apartheid.
Dengan pengampunan itulah, Afrika Selatan kini menjadi bangsa yang besar, bangsa yang dihargai, bangsa yang bermartabat.

"Lukas Enembe harus bisa mengampuni dirinya sendiri, mengampuni rakyatnya, mengampuni pihak-pihak yang menghakimi dirinya. Karena dengan mengampuni, dia akan mendapatkan pahalanya, mendapatkan apa yang menjadi haknya,” pesan Laus. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Cahaya

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co