Pertama Kali, Aku Berkenalan dengan 'Penghuni' Gaib di Kantorku

19 September 2019 20:12

GenPI.co - Sebut saja aku Asiana. Selama ini bila mendengar atau pun melihat dari media sosial pengalaman gaib seseorang yang berinteraksi langsung dengan makhluk tak kasat mata, aku hanya tertawa. 

Dalam hati sering berkata, Elah, bullshit, mana ada, sih? Hello, sudah 2019, woy! Heran, deh. Masih ada saja orang yang percaya begitu-begituan.

Baca juga :

Cerita Horor : Wanita Penunggu Rumah Nomor 13

Cerita Horor : Perempuan Pucat di Kamar Mayat RS di Salemba

Apa Kalian Mau Bertukar Tempat Denganku Memelihara Makhluk Ini?

Well, to be honest, rasanya paling malas kalau mendengar pengalaman mereka yang memiliki indera keenam bercerita ketemu kuntilanak, pocong, dan sebangsanya. Mungkin aku dan sebagian besar netizen di Indonesia menjadikan hal itu sebagai bahan lucu-lucuan. 

Sampai akhirnya, sebuah pengalaman menakutkan terjadi padaku dan tidak akan pernah kulupakan. Peristiwa ini menyadarkanku bahwa mereka, makhluk astral, benar-benar ada dan mengerikan! 

Sumpah, Tuhan. Aku tak mau mengalaminya lagi. 

Ini cerita yang terjadi pada Ramadan tahun ini. Ya, baru kemarin.

Aku bekerja di sebuah perusahaan media. Awalnya, aku berkantor di bilangan Jakarta Pusat, namun satu lain hal, perusahaan pindah kantor di kawasan PB, Jakarta Barat.  

Perusahaan kami menempati sebuah gedung yang diketahui banyak 'penunggunya'. Bukan satu-dua orang yang bilang, akan tetapi, rekan-rekan sesama media pasti terkejut saat aku memberitahukan nama gedungnya. Serius, lu, di situ? Ih, nggak kebayang gue. Parah. Banyak kejadian, kan, kata mereka, hampir semua mengatakan itu.

Namun, lantaran tak mau ambil pusing. Aku hanya senyum-senyum saja. Toh, sejak pindah tahun lalu, hingga, April 2019, tak ada kejadian apa-apa. Semua takhayul itu aku hadapi dengan nyengir kuda.

Hingga saat itu tiba. Sabtu. Di mana tak ada orang di gedung selain security. 

Salah satu Sabtu di Bulan Ramadan, sepulang liputan, aku harus kembali ke kantor untuk menyelesaikan tugas naskah yang menumpuk. Di hari itu, aku hanya berdua dengan rekanku, Riana. 

Maghrib menjelang, aku masih asyik berjibaku dengan tugas. Memandangi layar komputer. FYI, bagi kamu yang belum tahu posisi meja kerja redaksi media seperti apa, mirip warnet. Sudah, itu saja.

Masih di mejaku, memandangi layar komputer, tiba-tiba perasaanku kurang nyaman. SEPERTI ADA YANG MEMPERHATIKAN GERAK-GERIKKU. 

Aku mencoba tetap fokus namun sesekali mataku bergerak ke setiap sudut. Sampai akhirnya aku tersadar, duh, serius b*go bener deh, kan ada Riana. Bulu kudukku turun kembali.

Tak berapa lama, sebuah pesan WhatsApp masuk ke Smartphoneku. Kak, aku lagi di luar, nih, nyari takjil. Mau nitip apa? DHEG! PESAN DARI RIANA! JADI AKU SENDIRIAN DI RUANGAN INI! WTF!

Bulu kudukku kembali naik. Ngeri asli! 

Aku mencoba menenangkan diri. Kusetel YouTube dengan lagu rohani yang menenangkan jiwa dan perasaan. Tapi kalau boleh jujur, aku masih merasa cemas. Lagu rohani hanya kujadikan pengalihan.

Waktu menunjukkan pukul 18.02 WIB. Ada suara langkah kaki mendekati meja resepsionis. Akhirnya tuh anak datang juga. 

Rasaku sedikit tenang. Ri, woy, beli apaan aja? teriakku. Belum ada sahutan. Mungkin dia sibuk berbuka. Aku juga masih sibuk menulis laporan liputan hari ini.

Tak terasa setengah jam kayaknya sudah berlalu. Masih ada 2 laporan lagi. Wait, mana nih, Riana? Diem-diem bae. Nggak nawar-nawarin takjil yang dibawanya. Dasar pelit.

Aku beringsut berjalan menuju meja resepsionis. Tidak ada siapa-siapa di sana. Lah, kemana lagi dia? Baru ingat.

POSISI PINTU MASUK KANTORKU TEPAT DI DEPAN LIFT DAN DARI TADI LIFT TERSEBUT TIDAK ADA TANDA-TANDA DIPERGUNAKAN. LALU, LANGKAH KAKI SIAPA TADI?

Seketika bulu kudukku kembali meremang. Aku perlahan balik ke meja untuk meraih ponsel. 

Sambil gemetar, aku mengirim pesan WhatsApp ke Riana.

Dimana, lu?

Masih beli takjil, kak. Dikit lagi kelar, balas Riana. DHEG!

Apalagi di hari libur begini, tak semua lampu dinyalakan oleh pengelola gedung. Lampu koridor di Lantai 9 (kantorku) dibuat temaram. Hanya di ruangan redaksi yang dibiarkan menyala terang. Selebihnya gelap. 

ASLI! AKU HARUS MENINGGALKAN RUANGAN INI!

Baru saja hendak bergerak merapikan barang-barang, mendadak semua televisi di ruangan redaksi menyala dan makin lama suaranya makin besar! 

PADAHAL SEMUA TELEVISI ITU TIDAK TERSAMBUNG DENGAN STOP KONTAK! TUHAN, TOLONG AKU!

Awalnya aku mencoba tenang dan memanggil nama Tuhan. Namun ketakutan ini lebih besar. Aku berlari melewati beberapa televisi termasuk yang paling besar terpampang di dinding pembatas resepsionis. Segera memencet tombol lift sekencang-kencangnya. Hingga lift terbuka, DAN SEMUA TELEVISI YANG MENGELUARKAN SUARA MEMEKAKKAN TELINGA ITU LANGSUNG MATI! Off, seperti tidak ada apa-apa.

Aku segera masuk lift dan memencet tombol basement. Sambil terus berdoa. Untung saja tidak ada kejadian apa pun di lift. Hanya saja seolah lift bergerak lamban. Lantai demi lantai dilalui dengan sangat lama. 

Aku sampai di basement dengan selamat. Segera ku kontak Riana.

Gue udah di basement, lu dimana? 

Ini sudah di lantai 1.

Ke basement dulu, buruan!

Riana menemuiku di basement. Sambil menawarkan takjil. Dia keheranan melihatku yang pucat pasi.

Kenapa, dah? tanyanya.

Aku berusaha menenangkan detak jantung yang kalap. Lebih kalap ketimbang kena razia polisi. Detil demi detil akhirnya kuceritakan pada Riana.

Tak kusangka, Riana tertawa kecil mendengar penjelasanku. Lah, sinting nih, anak. Aku hampir mati menghadapi sesuatu yang tak nampak, dia malah anggap bercanda.

Elah, kak, gue udah sering banget dikerjain hantu itu. Malah pernah nongol di depan gue. Sampai-sampai gue lemes. Tapi ya udah, mau gimana lagi. Yang penting kita nggak ganggu dia. 

Aku cuma diam. Irama jantung perlahan normal. Aku ingin segera pulang saja dan menenangkan diri. Lu balik lagi kan ke atas?

Riana mengangguk.

Nitip barang-barang gue. Laptop, dompet, ATM, semua masih di atas. Ogah banget gue ke atas lagi. Mau langsung balik, kataku.

Tunggu saja di sini. Gue ambilin, kata Riana.

Nggak. Di sini juga sepi pula. Udah, gue mau pulang aja. Titip. Senin gue ke kantor lagi, ucapku sewot.

Riana lagi-lagi tertawa seperti menggodaku. Ternyata penakut, katanya.

Bodo amat, lah. 

Aku segera memesan ojek online dan bergegas pergi dari gedung itu.

Peristiwa ini tak akan aku lupakan seumur hidup. Kejadian yang merubah sudut pandangku soal makhluk tak kasat mata. Mereka harus diakui serta tak layak jadi bahan bercandaan.

Untungnya hanya sekali kejadian itu menimpa diriku. Sampai sekarang, aku bersumpah tidak mau di kantor sendirian walau apa pun yang terjadi.

 

(Seperti diceritakan Asiana pada GenPI.co)

Simak video pilihan redaksi berikut ini:

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co