Cerita Horor: Sosok Wanita Pucat Sambut Kami di Pohon Keramat

02 Oktober 2019 20:00

GenPI.co - Pusara ini milik seorang wanita muda bernama Maria Van de Velde. Maria lahir di Amsterdam pada 1693 dan meninggal di Onrust pada 19 November 1721.

“Selamat Datang di Pulau Onrust”, sebuah papan besar terlihat jelas ketika perahu motor yang membawa rombongan kami mendekati dermaga salah satu pulau paling bersejarah di Kepulauan Seribu ini.

Siang itu, suasana pulau ini cukup sepi. Hal itu beralasan karena bertepatan hari Jumat. Sesuai jadwal, kami menikmati spot Pulau Onrust hingga sore hari, karena malamnya kami memiliki jadwal menginap di Pulau Tidung.

Pulau ini dinamakan “Onrust”, karena dalam bahasa Belanda artinya pulau ini tidak pernah beristirahat alias “on terus”, selain itu pulau ini juga dinamakan Pulau Kapal.

Demikian kata sambutan yang disampaikan oleh pemandu wisata kami Pak Indra. Kedua nama tersebut didapatkan karena memang pada zaman kejayaannya pulau ini memang terus sibuk baik sebagai benteng, galangan kapal dan bahkan juga karantina haji.

Kami kemudian berkumpul di sekitar prasasti sambil mendengarkan sejarah singkat pulau yang sangat teduh ini.

Berjalan di tengah pepohonan di antara reruntuhan bekas rumah sakit dan asrama haji, kami seolah dibelai angin laut yang sepoi-sepoi.

Di tempat ini katanya terdapat dinding tikus, dahulu dinding ini terkubur dan setelah digali barulah ketemu dinding tikus ini.

Setelah dijelaskan mengenai Taman Arkeologi ini, saya dan yang lain diajak menuju ke Museum yang dipagari.

Entah kenapa yang dipagari hanya museum ini saja, gedung yang di sebelah tidak di beri pagar.

Kami pun berjalan masuk ke dalam, saat masuk keruangan pertama dijelaskan mengenai sejarah ruangan tersebut dan ternyata dugaan awal saya benar.

Saat masuk ke museum ini saya sudah merasakan hal yang tidak enak, dan saat penjaga pulau ini menjelaskan bahwa tempat ini adalah tempat penyiksaan dan penjara tawanan Belanda buku kuduk pun mulai berdiri.

Awalnya Museum ini satu ruangan, dan setelah dialihfungsikan menjadi 4 ruangan.

Saat saya ingin ke dalam, sebenarnya saya sekilas melihat ada orang yang sedang duduk menatap saya. Saat saya melihat ke depan ternyata benar, karena takut saya pun kembali ke belakang ke rombongan yang masih di samping tadi.

Tapi betapa terkejutnya saya saat masuk ke dalam lagi, tidak ada sosok berbaju putih yang sedang duduk tadi. Itulah kejadian aneh pertama yang saya alami di Pulau ini.

Lalu kami berpindah ke ruangan dua, saat saya masuk ternyata anak dari teman saya sedang bermain sendirian dengan patung lilin itu dan penjaga langsung melarangnya.

Saat kedalam, belum ada hal aneh yang terjadi. Inilah ruang interogasi, sebenarnya di sini saya tidak mengalami kejadian aneh.

Namun saat penjaga pulau ini bercerita, “Setiap malam Jumat saya selalu isi teh manis di wajah berwarna coklat itu, dan hari Senin pasti habis,” ungkapnya.

Di saat itulah baru saya merinding tidak karuan, dan lebih baik keluar.

Lalu di ruang selanjutnya, hanya ada lingkaran cukup kecil dan kata penjaga itu adalah tempat “Sabung Manusia”. Kegiatan itu seperti sabung ayam, di saat penjaga bosan mereka mengadu tawanan di lingkaran tersebut. Tidak ada yang bisa lari, pilihannya hanya hidup atau mati.

Di ruangan terakhir adalah ruangan sumpah, agar meyakinkan segala sesuatu yang dikatakan adalah benar.

Setelah dari ruang keempat saya pun bersama rombongan keluar dari museum ini. Dan museum ini kembali dikunci.

Kami akhirnya diajak menuju ke Kuburan Belanda. Suasana yang damai langsung berubah ketika kami menemukan sebuah kompleks pemakaman tua yang tidak terlalu luas.

Kompleks Pemakaman Belanda, demikian penjelasan pada sebuah papan kecil . Dijelaskan bahwa di sini dimakamkan sekitar 40 orang Belanda yang umumnya mati pada usia muda. Orang Belanda itu meninggal lebih muda karena penyakit tropis.

Kuburan itu pun berisi makam para bangsawan Belanda yang meninggal, salah satunya Andriana.

Andriana wafat karena sakit. Sakitnya karena tidak cocok dengan iklim Indonesia begitu pun dengan yang lainnya.

Selain Andriana ternyata ada sebuah kisah yang sangat tragis tergambar pada sebuah batu nisan tidak jauh dari makam Andriana.

Pusara ini milik seorang wanita muda bernama Maria Van de Velde. Maria lahir di Amsterdam pada 1693 dan meninggal di Onrust pada 19 November 1721.

Dikisahkan Maria mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri karena menunggu kekasihnya yang tidak kunjung kembali. Menurut kisah penduduk setempat, arwah Maria, pada hari-hari tertentu masih sering gentayangan dan mengunjungi pusara maupun tempat tertentu di Pulau Onrust yang penuh kenangan. Bahkan setelah hampir 300 tahun setelah kematiannya.

Sebuah puisi yang menggambarkan kepiluan dipahat abadi pada pusaranya dalam Bahasa Belanda yang menyatakan bahwa walaupun Maria telah dikubur seharusnya Maria masih dapat hidup bertahun-tahun lagi.

Dan bapak penjaga itupun cerita lagi, bahwa tempat ini sempat dijadikan lokasi uji nyali tetapi tidak ada satupun yang berhasil. Katanya karena ada sosok Harimau.

Setelah dari kuburan, saya ajak Melati (nama samaran) untuk keliling Pulau Onrust ini karena kami belum sempat eksplorasi. Rombongan lainnya tadi sudah menuju ke Dermaga tapi saya dan Melati menuju ke ujung kanan Pulau, di mana bisa melihat Pulau Kelor, artinya kami berdua semakin ke tengah Pulau Onrust yang sepi.

Kami pun melewati sebuah pohon yang sangat besar, setelah berada tepat dibawah pohon tersebut kami pun sangat kaget karena ada suara seperti pintu terbuka dari arah pohon itu.

Secara spontan kami pun lari menjauh dan saya melihat ke arah pohon itu. Astaga, benar saja saya melihat sosok wanita berbaju putih, saya tidak berani menafsirkan itu Maria atau bukan. Karena di kuburan tadi saya sempat melihat wanita cantik yang lewat saat saya menyebut nama Maria.

Kami pun terus berlari menjauh, sembari mengatur nafas kami jongkok dan menghentikan langkah kami. Waktu mengatur nafas dan otot yang gemetar, kami dikejutkan oleh seorang anak perempuan yang menegur kami.

“Kenapa Kakak?”

Karena rasa ketakutan, saya pun menimpali bocah itu sekenanya. “tuh tadi takut liat wanita di dekat pohon besar itu,” selorohku.

“Kakak jangan main di sana (pohon)…main disini aja sama aku,” kata anak perempuan yang membelakangi kami berdua,

“Emang kamu nggak takut apa main di sini,” timpalku sembari mengajak Melati untuk segera bergegas ke Dermaga.

Anehnya, tak ada jawaban dari bocah yang mengenakan setelan rok putih panjang itu. Saya pun langsung menoleh ke arah bocah itu,

Namun yang membuat kami berdua lebih syok lagi. Ternyata bocah perempuan itu sudah tak ada lagi.

Tanpa pikir panjang kami sekuat tenaga berlari meninggalkan area yang menakutkan itu. Sumpah, seumur hidup baru kali ini saya ketakutan setengah mati.

Lalu siapa anak perempuan yang menghampiri kami? Apa benar arwah Andriana? Entahlah, saya hanya bisa memikirkan diri sendiri yang sedang ketakutan.

Sesampai di dermaga kami pun hanya terdiam di antara rombongan yang bercanda, pikiran saya hanya satu ingin cepat pergi dari tempat ini.

Semoga saja ini pengalaman pertama dan terakhir saya bertemu dengan makhluk halus.

(Seperti Diceritakan Mawar pada GenPI.co)

Simak video pilihan redaksi berikut ini:

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Tommy Ardyan

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co