GenPI.co - Para ilmuwan sosial telah memperdebatkan apakah tinggal di kota baik atau buruk bagi kesehatan mental selama beberapa dekade.
Dilansir Psychology Today, studi Midtown Manhattan menunjukkan hubungan antara kota dengan kesehatan mental.
Studi Midtown Manhattan menemukan bahwa penyakit mental adalah hal biasa di New York City.
Para peneliti menemukan bahwa hanya 18,5 persen peserta yang memiliki mental yang baik.
Hampir seperempat dari mereka mengalami gangguan kesehatan mental, tidak mampu bekerja atau berfungsi secara sosial.
Surat kabar di seluruh Amerika Serikat membaca statistik ini dan mempertanyakan apakah tinggal di kota, seperti New York hanya untuk "orang gila"?
Gambaran berbeda muncul ketika statistik dipecah berdasarkan status sosial ekonomi.
Hampir sepertiga orang dengan status sosial ekonomi tinggi mempunyai mental yang baik; 37 persen hanya mengalami gejala ringan. Tidak ada satupun yang ditemukan dalam kondisi tidak mampu.
Situasinya sangat berbeda bagi masyarakat yang menempati lapisan masyarakat bawah.
Kurang dari 5 persen dari mereka dianggap sehat secara mental. Hampir setengahnya (47,3 persen) mengalami gangguan mental, dan 9,3 persen mengalami kelumpuhan.
Selain itu, penelitian yang menyelidiki kesehatan mental di masyarakat pedesaan menemukan tingkat dan profil sosial ekonomi yang serupa.
Misalnya, statistik yang ditemukan oleh Stirling County Study, yang berfokus pada pedesaan Nova Scotia, secara efektif mencerminkan statistik di Midtown Manhattan.
Di sana, penyakit mental juga lebih umum terjadi, dimana terdapat kemiskinan, kesenjangan, dan isolasi sosial.
Jadi, apakah kota buruk bagi kesehatan mental? Hal ini sangat bergantung pada kota itu sendiri dan tempat tinggal di dalamnya.
Misalkan kamu tinggal di lingkungan yang aman, bersih, terintegrasi, egaliter, dengan tingkat kemiskinan yang rendah, kesenjangan, dan akses yang baik terhadap pendidikan dan peluang ekonomi. Jawabannya mungkin tidak. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News