Hotel Horor: Tetangga Kamar 305, Tak Ingin Aku Terlelap

24 Oktober 2019 20:00

GenPI.co - Hotel merupakan tempat melepas letih setelah seharian beraktivitas di luar kota. Saya sengaja memilih hotel bintang 3 yang standar agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. 

Namun hotel yang saya pilih agak sedikit berbeda, dari desainnya mengarah ke nature, banyak pohon-pohon besar membuat kesan rindang di halaman hotel. Harapannya agar suasananya sejuk meskipun keberadaannya di tengah kota.

Malam itu saya sudah sangat capek sekali. Seharian keliling Kota Semarang yang panasnya seperti Jakarta. 

Saya menempati kamar di lantai 3. Saya pikir tidak ada masalah dengan letaknya. Semua terlihat normal sampai pada akhirnya saya memutuskan untuk chek out malam-malam.

BACA JUGA: Dia yang Tak Kasatmata Menjelma Jadi Security Kantorku!

Langkah saya sudah mulai gontai, saya menyusuri lorong sempit lantai 3. Saya melewati sederetan kamar yang semuanya tertutup. Tidak ada yang aneh, meskipun bulu kuduk saya di bahu sebelah kiri bergidik. Saya masih berpikir ingin cepat tertidur malam itu.

Tangan kanan saya memegang keycard, sementara tangan kiri penuh dengan barang bawaan hasil belanja. Sebelum tangan kanan saya membuka handel pintu, saya melihat ada yang aneh di ujung lorong, seperti bayangan hitam terlihat sepintas dari sudut mata kanan saya. Saya menengok tapi tidak ada apa-apa.

Saya pun masuk kamar dan melemparkan tubuh saya ke atas kasur. Lega rasanya, kasurnya empuk. 

Saya pun berencana bangun siang karena ada jadwal bertemu klien. Agenda buat besok pun sudah tersusun di dalam otak saya. Bangun jam 9, sarapan sambil menikmati suasana hotel yang rindang, berenang sebentar, mengecek kerjaan dan jadwal meeting dengan klien. Kurang lebih seperti itu.

Setelah menghela napas panjang, saya pun membereskan barang bawaan, setelah itu mandi dan siap-siap tidur. 

BACA JUGA: Cerita Horor: Sosok Wanita Pucat Sambut Kami di Pohon Keramat

Saya ingat saat itu masih pukul 23.00 WIB. Entah kenapa mata saya yang lelah berubah jadi bersinar saat tubuh saya menempel di tempat tidur. Alhasil saya pun memainkan ponsel agar mata saya lelah dan lekas tertidur.

Jam sudah menunjukkan pukul 24.00 WIB di ponsel saya, tapi saya masih terjaga. 

Sementara itu kamar sebelah terdengar gaduh. Awalnya sih terdengar normal, seperti orang sedang beraktivitas biasa di dalam kamar. Lama-lama aktivitas tamu sebelah jadi makin heboh. Saya mendengar suara cekikikan, tak berselang lama terdengar suara gerakan benda yang berpindah.

“Sreek…sreek…braaakk…sreek….sreeek,” suara itu sangat menggangu.

Tanpa pikir panjang, saya pun telepon resepsionis, meminta agar tamu di sebelah saya ditegur. Saya nggak rela sudah bayar mahal tapi terganggu seperti ini. Sambil menahan emosi saya pun mengadu.

“Malam ibu ada yang bisa saya bantu,” sapa seorang wanita bersuara lembut di seberang telepon.

“Mbak, minta tolong tamu hotel yang ada di sebelah kamar saya ditegur, mereka gaduh sekali, saya tidak bisa istirahat,” kata saya mengomel.

“Maaf ibu, ada di kamar nomor berapa?” tanyanya.

“305,” jawab saya singkat.

“Maaf ibu, setelah kami cek, sebelah kanan dan kiri ibu sedang tidak ada tamu,” jawabnya.

“Tidak ada tamu bagaimana? Suaranya gaduh begitu! Mbak tolong yaa saya benar-benar tidak nyaman!” sudah mulai meninggi.

“Mohon maaf ibu, memang tidak ada tamu,” katanya sekali lagi.

Jawaban resepsionis membuat bulu kudukku makin berdiri. Setelah tangan kanan saya menutup gagang telepon, bersamaan itu pula terdengar dentuman dahsyat dari kamar sebelah.

“Branggggkkkkkk!!!!”

Saya mencoba bodoh amat, membenamkan kepala ke bantal dan menarik selimut setinggi kepala. Pasalnya suhu ruangan pun ikut menurun dan dingin padahal indikator AC 28 derajat. Semakin saya mencoba untuk tidur, suara gaduh makin terdengar kencang. Bahkan saya mendengar suara orang tertawa yang sedikit melengking.

“Sueeeeekk, balikin duit gue!!!”

Saya pun keluar kamar dan mau marah-marah ke resepsionis, minta pindah kamar.

Tapi setelah membuka pintu dan melihat lorong yang sepi saya pun mengurungkan niat. Saya kembali ke kasur dan masih berupaya untuk tidur. 

Anehnya saat saya beraktivitas suara gaduh tidak terdengar, tetapi saat saya berbaring dan bersiap tidur suara itu muncul dan makin kencang.

Waktu pun sudah menunjukkan pukul 02.30 dini hari. Saya semakin stress.

Ketika sudah mulai terlelap, tiba-tiba seperti ada yang meraba kaki kanan saya. Sontak saya pun terperanjat dan memutuskan untuk pindah hotel malam itu juga.

Tanpa pikir panjang, saya berkemas memasukkan barang-barang ke dalam koper dan pergi dari hotel tersebut.

Naik taksi dan keluar dari kawasan hotel horor itu.

“Mau kemana bu pagi-pagi?” tanya sopir taksi yang membawa saya.

“Ke hotel dekat tugu muda pak,” jawab saya seperlunya.

“Lha, kan ibu tadi dari hotel masa mau ke hotel lagi?” tanyanya heran.

“Hotelnya horor!” jawab saya.

“Memangnya ibu di lantai berapa?”

“Lantai 3 pak,”

“Ha..ha..ha..lantai itu memang horor bu, katanya banyak penunggunya, lantai itu jarang ditempati tamu, kecuali kamar di lantai lainnya penuh, dan itu pun jarang banget,” jelas sopir taksi tersebut sebelum menurunkan saya di depan lobby hotel yang baru.

Gara-gara peristiwa ini saya harus keluar uang lebih untuk pindah hotel. Saya pun hanya bisa menghela napas panjang di sofa depan resepsionis. Mengingat peristiwa menakutkan dengan suasana yang sunyi dan senyap.

“Ibu, maaf kamarnya sudah siap,” petugas hotel memanggil saya.

Saya pun berjalan gontai menuju depan resepsionis.

“Kamar 306 ya, ini kuncinya,” kata resepsionis wanita, sambil tersenyum ramah kepada saya.(GenPI.co)

 

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Tommy Ardyan Reporter: Mia Kamila

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co