Broken But Unbroken, Jendela Edukasi soal NPD dari Kartika Soeminar

28 Oktober 2024 17:00

GenPI.co - Kartika Soeminar meluncurkan buku berjudul Broken But Unbroken, yang diharapkan menjadi jendela edukasi soal Narcissistic Personality Disorder (NPD).

Buku ini memuat kisah perjalanan panjang Kartika selama hidup berdampingan bersama seorang dengan gejala NPD.

Ditambah dirinya seorang NPD abuse survivor telah berjuang melawan depresi selama 23 tahun akibat perlakuan abusive dari seorang dengan gejala NPD.

BACA JUGA:  Buku Nusantara, Persembahan The Palace X Samuel Wattimena untuk Perempuan dan Warisan Budaya

Melalui buku ini, Kartika ingin membuka cakrawala wawasan mengenai NPD secara menyeluruh, termasuk perilaku nyata seorang narsistik yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Buku ini ditulis untuk menjadi corong bagi terbukanya edukasi mengenai pembahasan NPD yang belakangan ini mencuat di berbagai lini masa.

BACA JUGA:  Menhub Budi Karya Luncurkan Buku, Berisi Kisah Hidup dari Kecil hingga Sukses Jadi Menteri

Dalam ranah psikologi, NPD dikelompokkan sebagai salah satu gangguan patologis atau kejiwaan.

Pengidapnya memiliki kepribadian narsistik yang berlebihan, bersifat superior, haus pujian dan validasi, minim empati serta menganggap dirinya paling benar.

BACA JUGA:  Hubungan Donald Trump dan Vladimir Putin Jadi Sorotan Gegara Buku Panggilan Telepon

Namun, pengidap NPD sering tak menyadari gangguan psikologis ekstrem ini dalam diri mereka.

Data epidemiologi pada tahun 2023 (Palupi, A. G. R., & Noorrizki, R. D.) menunjukkan bahwa sebagian besar kasus gangguan kepribadian narsistik terjadi pada remaja dan dewasa muda yang 75 persen dialami oleh laki-laki.

Kondisi ini terus memburuk seiring bertambahnya usia orang yang terkena dampak.

Dra. Probowatie Tjondronegoro, M.Si, seorang psikolog senior memaparkan gejala NPD dari sudut pandang profesional.

Menurutnya pengidap NPD cenderung krisis empati terhadap lingkungan sekitar akibat pola pengasuhan masa kecil yang terlalu sering dipuji.

Kekerasan psikologis yang dilakukan pengidap NPD kepada orang di sekitarnya akan meninggalkan jejak luka dan trauma yang cukup serius.

“Para korban ada kecenderungan menyalahkan diri sendiri (self-blaming). Kalau dia bertahan maka resikonya mental hancur. Sementara jika dia meninggalkan pasangannya yang NPD, korban akan takut dengan komentar orang lain karena khawatir dicap sebagai pasangan yang buruk,” paparnya dari rilis yang diterima GenPI.co, Senin (28/10.

Dra. Probowatie menjelaskan, NPD merupakan gangguan kepribadian yang pengidapnya seringkali merasa lebih baik dari orang lain sehingga membuat orang-orang disekitarnya merasa harus memuji dan mengaguminya.

“Gejala obsesi kompulsif sangat melekat pada NPD di antaranya manipulatif dan butuh dikagumi. Hal ini terjadi karena lingkungan masa kecil tidak mendidiknya bahwa dia bisa saja salah. Bedanya dengan narsisme biasa, NPD cenderung tidak sadar kalau dirinya memiliki ciri-ciri itu,” terangnya.

Walau pun bukan penyakit mental menular, pengidap gangguan kepribadian narsistik ini perlu diwaspadai.

Kesadaran akan gejala-gejala yang mungkin bisa timbul dari pengidapnya harus kita ketahui.

Para korban NPD disarankan untuk segera melakukan observasi dan konseling kepada ahli jika dirinya sudah pada tahap depresi dan tertekan secara psikologis.

Ahli umumnya akan menyarankan pemulihan trauma melalui metode psikoterapi, hypnoterapi, self-healing, hingga family therapy.(*)

Penulis: Landy Primasiwi

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Cosmas Bayu

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2025 by GenPI.co