GenPI.co - Dear, kamu. Kamu sedang apa? Apa kabarmu? Kamu baik-baik saja? Kamu punya waktu mengingatku?
Aku sudah selesai menulis kalimat itu. Aku hendak mengirimkannya kepada Kirana. Namun, aku mengurungkan niatku.
Keberanianku tidak sebanding dengan kemahiranku menuliskan kalimat-kalimat bersayap itu.
Aku menghapus semua kalimat itu, lalu membuka galeri foto di HP-ku. Aku menatap wajah Kirana. Sangat cantik.
Aku tersenyum sendiri. Senyumku pudar saat Asep, teman indekosku, mengetuk kamarku.
“Fonda, mau makan nggak?”
“Aku nyusul,”
Aku tidak langsung menyusul. Aku masih membenamkan rinduku kepada Kirana. Kuputar lagu di komputerku.
Kupilih lagu Wanitaku milik Noah. Lagu itu selalu menjadi penyemangat ketika perasaanku berkecamuk.
Bagiku, Kirana adalah wanitaku. Aku hanya menginginkan dia. Titik. Tanpa koma. Aku tidak mau orang lain.
Aku mengagumi Kirana. Aku bahkan mencintainya. Jujur saja. Aku tidak akan pernah menutupi perasaanku.
Hubunganku dengan Kirana sebenarnya sangat baik. Kami berteman dengan hangat.
Namun, hubungan kami hanya sebatas itu. Tidak lebih. Kirana selalu meragukan perasaanku.
“Tidak usah dijawab aja, ya?” ujar Kirana saat aku memintanya menjadi pacarku.
Aku menyatakan perasaanku sekitar enam bulan lalu. Itu adalah kali kesekian aku mengutarakan isi hatiku.
Jawaban Kirana selalu sama. Dia tidak pernah menjawab dengan pasti. Perasaanku tergantung. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News