GenPI.co - Gaji maksimal yang patut diterima jajaran direksi badan usaha milik negara (BUMN) dianalisis pengamat. Akademisi Philipus Ngorang akhirnya menyarankan agar ada kebijakan tertulis soal itu.
Saat ini, gaji jajaran direksi BUMN selisihnya sangat jauh di atas yang diterima karyawan biasa.
“Hal tersebut harus dirumuskan dalam undang-undang demi mewujudkan keadilan sosial di Indonesia,” ujarnya kepada GenPI.co, Minggu (18/7).
Pendapat Ngorang tersebut disampaikan sebagai respons atas kabar terkait kondisi flag carrier Garuda Indonesia berada di ambang kebangkrutan.
“Ketimpangan gaji itu bisa jadi salah faktor kebangkrutan yang kerap melanda BUMN. Demikian juga dengan sektor lain, seperti bank,” ungkapnya.
Oleh karena itu, undang-undang khusus tentang sistem penggajian di Indonesia menjadi penting agar tak menimbulkan kesenjangan sosial.
Pasalnya, karyawan biasa hanya mendapat gaji sebesar UMR dan jajaran direksi bisa menerima bayaran berkali-kali lipat.
“Ini supaya tidak ada kesenjangan sosial dan ekonomi yang tajam antara pemimpinnya dengan karyawan biasa,” tuturnya.
Lebih lanjut, pengajar di Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie itu juga mengatakan bahwa gaji para pejabat negara juga harus diatur dalam undang-undang.
“Baik itu eksekutif, yudikatif, dan legislatif, semuanya harus diatur jumlahnya dalam undang-undang tersebut. Itu harus disuarakan agar tidak menimbulkan kesenjangan sosial ekonomi yang tajam,” katanya. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News