GenPI.co - Peneliti Indef Nailul Huda mengatakan kenaikan tarif ojol (ojek online) memicu peningkatan inflasi hingga bertambah jumlah penduduk miskin.
Hal itu lantaran sektor transportasi merupakan penyumbang inflasi tertinggi kedua setelah makanan, minuman dan tembakau.
"Inflasi kita saat ini cukup tinggi di 4,69 persen (Agustus 2022). Adanya kenaikan BBM dan diikuti dengan kenaikan transportasi bisa mengerek inflasi jauh lebih tinggi lagi," ujarnya secara daring di Jakarta, Minggu (11/9).
Nailul menuturkan Indef telah menghitung jika kenaikan tarif ojol bisa memicu kenaikan inflasi hingga dua persen.
Maka secara makro akan mengurangi PDB hingga Rp1,76 triliun dan menyebabkan gaji atau upah tenaga kerja nasional secara riil turun 0,0094 persen.
"Selain itu, menurunkan pendapatan usaha sebesar 0,0107 persen, ada potensi penurunan jumlah tenaga kerja sebesar 14 ribu jiwa dan ada potensi kenaikan jumlah penduduk miskin 0,14 persen," katanya.
Sementara itu, jika kenaikan tarif ojol mendorong kenaikan inflasi nasional hingga 0,5 persen, maka pengurangan PDB diprediksi Rp436 miliar.
Lalu, upah tenaga kerja turun 0,0006 persen, potensi penurunan jumlah tenaga kerja hanya 869 jiwa dan kenaikan jumlah penduduk miskin juga relatif terbatas dengan 0,04 persen.
"Ini yang relatif masih bisa diterima oleh kondisi makro ekonomi kita," katanya.
Oleh karena itu, ketika sebelumnya pemerintah berencana untuk menaikkan tarif ojol sebesar 30-45 persen, dikhawatirkan bisa menyebabkan kenaikan inflasi yang imbasnya merembet ke semua bidang.
"Makanya ketika isunya akan naik 30-45 persen, itu kita kritis sekali. Kita tidak mau ini terlalu tinggi sehingga menyebabkan inflasi kita tinggi dan efek dominonya ke mana-mana," pungkasnya.
Kementerian Perhubungan telah menetapkan kenaikan tarif ojek online sebesar 6-10 persen yang mulai berlaku Minggu ini. (ant)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News