GenPI.co - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani sampaikan kabar buruk situasi global yang akan berdampak pada Indonesia.
Menkeu mengatakan tekanan dari krisis pangan dan energi sangat parah di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Jika dilihat tingkat inflasi Indonesia bulan lalu menurun ke 4,6 persen dari sebelumnya 4,9 persen.
"Penyumbang inflasi terbesar adalah komponen volatile foods. Mulai dari gandum hingga minyak goreng yang bisa dilihat terkait dengan situasi geopolitik yang sedang tegang saat ini," ujar Sri Mulyani secara virtual, Senin (12/9).
Mantan Direktur IMF ini menjelaskan, inflasi inti berdasarkan dari tingkat permintaan masih berada di angka 3 persen.
"Seperti diketahui, Presiden Jokowi berbincang dengan banyak gubernur, bupati, hingga wali kota untuk mencapai akar detail dari mana tekanan kenaikan harga ini berasal, khususnya untuk harga pangan yang bisa dicegah," tandasnya.
Sri Mulyani mengatakan bahan bakar minyak (BBM) sudah naik dengan rata-rata 30 persen. Kebijakan ini akan meringankan beban APBN, tetapi juga akan meningkatkan inflasi.
"Kami akan menyoroti sisi suplai. Tentu Bank Indonesia juga harus membuat kebijakan untuk mengatur ekspektasi inflasi, serta stabilitas rupiah," ucapnya. kata Sri Mulyani.
Dia pun menjelaskan depresiasi rupiah saat ini berada sekitar 4,5 persen, yang terhitung ringan hingga moderat dibandingkan mata uang negara lain.
Menurutnya, angka moderat ini disebabkan oleh neraca pembayaran yang lumayan baik dan surplus neraca perdagangan hingga 27 bulan, sehingga Indonesia lebih resiliance di sisi eksternal.
"Kami memahami bahwa situasi global yang sulit ini akan menjadi lebih rumit. Terlebih kenaikan suku bunga The Fed yang kemungkinan akan diikuti oleh resesi, serta harga energi yang tidak stabil karena geopolitik," pungkas Sri Mulyani. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News