GenPI.co - Sebagai manusia, kita pasti pernah mengalami masa-masa konflik. Jika kita bisa mengatasinya, hubungan kita akan berkembang.
Urutan "pecah dan perbaiki" (Lewis, 2000), atau singkatnya sambungkan-putuskan, perbaikan-sambungkan kembali.
Ada banyak koneksi dan konflik. Namun, hubungan putus tanpa perbaikan dan penyambungan kembali makin sering terjadi.
Apakah kita terkadang salah mengira siklus keterikatan yang sehat sebagai sesuatu yang kurang menyenangkan?
Dilansir Psychology Today, ada tiga perbedaan utama antara siklus hubungan yang sehat dan siklus kekerasan.
Pengakuan atas Apa yang Terjadi
Ketika putusnya hubungan yang tidak sehat dan sering berlanjut, apa yang mungkin bersifat pelecehan akan hilang.
Itu tidak untuk dibicarakan. Dalam hubungan yang sehat, ketika ada konflik atau pelanggaran batas, hal ini dapat dibicarakan secara produktif. Mungkin tidak segera setelahnya, tetapi setelah perbaikan.
Kedalaman Konflik
Meskipun sulit untuk menggambarkan setiap skenario secara hitam-putih, interaksi yang berulang kali mengancam atau merugikan integritas psikologis seseorang tanpa penyelesaian adalah inti dari hubungan yang penuh kekerasan.
Dalam hubungan yang sehat, konflik sering kali didasarkan pada masalah relasional seperti kesalahpahaman atau perasaan tidak dihargai.
Perbaikan
Dalam siklus kekerasan, tentu ada masa yang terkesan menyesal, yaitu masa "bulan madu" yang mungkin berisi berbagai tawaran palsu.
Tetap saja, tidak ada yang dilakukan untuk memperbaiki hubungan tersebut. Seiring berjalannya waktu, pelecehan terus berlanjut. Namun, perbaikan adalah bagian penting dari siklus hubungan yang sehat. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News