Penelitian Beber Dampak Jatuh cinta terhadap Tubuh dan Otak

08 Februari 2024 19:40

GenPI.co - Saat ini bidang 'ilmu cinta' yang sedang berkembang sedang mengungkap dampak dari emosi jatuh cinta yang kuat ini, secara psikologis, dan fisiologis.

Salah satu penelitian terbaru, yang diterbitkan di jurnal Behavioral Sciences, menemukan bahwa otak bereaksi berbeda ketika seseorang sedang jatuh cinta, yang pada dasarnya menjadikan orang yang dicintai sebagai pusat perhatiannya.

Dilansir Daily Mail, para peneliti di University of Canberra dan University of South Australia mensurvei 1.556 orang dewasa muda.

BACA JUGA:  4 Destinasi Liburan Romantis Bersama Pasangan, Ukir Kenangan Bahagia Tak Terlupakan

Peserta mengidentifikasi diri mereka 'jatuh cinta' berdasarkan reaksi emosional mereka terhadap pasangannya, perilaku mereka di sekitar, dan fokus yang mereka berikan pada pasangannya.

Mereka menyimpulkan bahwa dalam cinta romantis, mekanisme yang disebut sistem aktivasi perilaku (BAS) dipicu, yang membuat seseorang memprioritaskan kekasihnya di atas segalanya.

BACA JUGA:  Pentingnya Sentuhan Fisik dengan Pasangan, Bikin Cinta Makin Dalam dan Kuat

Seperti yang dijelaskan oleh peneliti utama, antropolog Adam Bode, kaitan dengan BAS ini menunjukkan bahwa meskipun cinta adalah tentang emosi yang kuat, pada akhirnya tujuan evolusinya adalah perilaku untuk mengejar pasangan dan peduli.

Perubahan perilaku ini diatur oleh perubahan kimiawi otak, tambah peneliti Dr Phil Kavanagh.

BACA JUGA:  4 Tanda Pasangan Memiliki Kepribadian Introvert

"Kita tahu peran oksitosin (hormon cinta) dalam cinta romantis, saat kita mendapatkan gelombang oksitosin yang beredar ke seluruh sistem saraf dan aliran darah saat kita sedang jatuh cinta. kita berinteraksi dengan orang yang kita cintai," ujarnya.

Namun, cara orang yang dicintai menjadi sangat penting adalah karena oksitosin bergabung dengan dopamin (hormon perasaan baik), yang dilepaskan otak selama cinta romantis.

Hal ini, pada gilirannya, mengaktifkan jalur otak yang terkait dengan perasaan positif, yang membuat seseoang melanjutkan perilaku tersebut.

Namun bukan hanya sistem BAS yang diaktifkan: cinta memicu reaksi fisiologis besar-besaran di seluruh tubuh.

Meskipun kamu mungkin berpikir bahwa berbagi tempat tidur akan menyebabkan lebih banyak gangguan tidur, tidur dengan pasangan tampaknya meningkatkan tidur REM (rapid eye motion),  yang penting untuk mengatur emosi, ingatan, dan pemecahan masalah secara kreatif.

Dalam sebuah studi tahun 2020 yang dilakukan oleh Christian-Albrechts University of Kiel di Jerman, otak pasangan muda dipindai selama empat malam, saat tidur bersama dan terpisah. 

Hal ini menunjukkan bahwa meskipun berbagi tempat tidur menyebabkan lebih banyak gangguan akibat pergerakan anggota tubuh, hal ini juga menyebabkan kualitas tidur yang lebih baik. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Irwina Istiqomah

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co