Sahabatku Hamil, Ternyata Perbuatan Tunanganku

12 Maret 2020 21:03

GenPI.co - Aku tidak menyangka ketulusan cintaku dibalas dengan seperti ini. Romi, tunanganku, bermain hati dengan sahabatku sendiri.

Nina yang selama ini aku pecaya juga tega menusukku dari belakang.

BACA JUGA: Inspirasi Nama Bayi Laki-Laki dari Bahasa Jerman, Artinya Bagus

Aku dan Romi sudah memiliki rencana untuk menikah akhir tahun ini. Petunangan kami sudah dilaksakanan pada awal tahun. Alasannya, agar kami berdua selesai wisuda.

Setidaknya orang tua kamu merasa bangga karena anaknya sudah berhasil mengenyam pendidikan S-1. Kami sepakat akan hal itu.

Kami sama-sama kuliah di Jogja.. Namun, orang tuaku memberikan aku fasilitas yang kubutuhkan, bahkan lebih dari apa yang kuminta.

Rumah, mobil, dan jatah setiap bulan pun lancar. Uang dari orang tuaku tidak hanya cukup untuk makan, tetapi juga membeli perlengkapan yang kubutuhkan dan kumau.

Karena aku hidup di rantau dengan Romi, uang bulanan pun aku bagi dua. Sebab, Romi tidak mendapatkan fasilitas seperti yang aku punya.

Aku merasa tidak masalah untuk membagikan apa pun dengan dia. Lagi pula kami juga akan menikah dan kami juga sudah bertunangan.

Cinta ini memang buta. Nalarku seolah mati. Semua karena pesona Romi.

Pertunangan kami adalah ide dari ibuku. Dia tidak mau melihat anaknya kecewa. Ibuku berharap pertunangan itu adalah sebuah ikatan untuk kami.

Dia ingin memastikan hubungan ini bukanlah main-main saja. Di Jogja aku punya sahabat yang sangat aku sayang.

Namanya Nina. Aku dan Nina bukan kemarin sore ketemu. Kami sudah berteman sejak SD. Hanya saja, kami beda satu tingkat. Nina lebih tua dari aku.

Saking percayanya aku dengan Nina, dia pun sampai tahu semua cerita tentang hubunganku dengan Romi.

Aku pikir Nina tidak mungkin kepincut dengan Romi. Sebab, Romi bukan tipe cowok idaman Nina.

Ternyata dugaanku salah. Cinta bisa tumbuh kapan saja dan kepada siapa saja. Tak terkecuali mereka berdua.

Hubungan gelap mereka berdua bisa dibilang sangat rapi hingga aku pun tidak pernah merasa curiga.

Akhirnya kabar mengejutkan itu aku terima. Aku pernah memergoki Nina mual-mual saat main di rumahku.

Siang itu, kami tengah mengerjakan sejumlah tugas dari dosen untuk akhir semester.

“Kamu kenapa, Nin?” tanyaku khawatir.

“Nggak, kok. Cuma masuk angin saja,” jawabnya sambil membasuh mukanya di depan wastafel.

Mendengar jawaban Nina, aku pun merasa lega. Aku berpikir dia hanya masuk angin dan kelelahan lantaran sering begadang.

Dua hari setelah kejadian itu, Nina kembali datang ke rumah. Namun, kali ini bukan untuk mengerjakan tugas.

Setelah aku membukakan pintu dan mempersilakan masuk, Nina langsung memelukku dan menangis di hadapanku.

“Hei, kamu kenapa, Nin? Hei, kok tiba-tiba nangis gini? Aku salah sama kamu? Kamu butuh sesuatu? Kamu ada masalah?” tanyaku penasaran sekaligus khawatir.

“Maaf, Ren. Maaf. Aku minta maaf…,” ujarnya sambil sesenggukan.

Aku makin tidak mengerti dengan apa yang dimaksudkan Nina. Aku pun meminta dia duduk dan menenangkannya.

Setelah itu baru aku mempersilakan dia untuk bercerita dan mengungkapakan apa yang dia maksud dengan kata ‘maaf’ yang barusan diucapkannya.

“Ren, mungkin ini akan menyakitkan buat kamu mendengar berita ini. Sebelumnya aku minta maaf. Kamu teman dan sahabat yang baik buat aku. Aku yang tidak pantas menjadi teman kamu,” ujar Nina.

“Maksud kamu apa, sih? Biasa juga kita udah sering kan saling berbagi dan gantian. Kalau kamu pas nggak ada, kamu bisa pakai apa yang aku punya. Bahkan sebaliknya. Ketika kamu ada dan aku lagi nggak ada, kamu selalu meminjamkan entah uang barang dan apa pun kan?”.

“Aku hamil, Reni!” sahut Nina.

“Haahhh. Hamil???? Dengan siapa?” aku benar-benar kaget mendengarnya.

Setahuku Nina anak yang pendiam dan alim. Bahkan kelakuaannya lebih santun daripada aku yang sering keluar malam, minum, dan berfoya-foya.

“Romi,” jawab dia, kemudian sambil menyembunyikan mukanya.

Oh my God. Rasanya bagai disambar petir di siang bolong. Tanganku mendadak lemas, kepalaku pusing, dan dadaku sesak.

Rasanya jarum jam pun ikut terhenti kelingaku terngiang ucapan Nina menyebut nama Romi. Seorang pria yang aku cintai, calon suami aku, dan tunangan aku.

Hari itu juga aku mempertemukan mereka berdua. Kami bertiaga ngobrol menanyakan apa yang telah terjadi.

“Maafkan aku, Ren. Aku khilaf. Malam itu kamu sedang luar kota berasama teman-teman kamu. Kamu susah untuk dihubungi,” ujar Romi memelas kepadaku.

BACA JUGA: Inspirasi Nama Bayi Perempuan Awalan D dari Bahasa Sanskerta

“Setop! Aku nggak mau dengar alasan kamu. Aku hanya minta kamu bertanggung jawab atas anak yang ada dalam kandungan Nina,” kataku.

“Pernikahan kita?” sahut Romi.

“Lupakan!” ucapku sambil berlalu meninggalkan mereka berdua. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Ragil Ugeng Reporter: Mia Kamila
Tunangan   Sahabat   Hamil   Mual-Mual   Dear Diary  

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2025 by GenPI.co