Berlayar di Kapal Uap Blitar, Rindu Karya Tere Liye

01 Juni 2020 04:20

GenPI.co - "Apalah arti memiliki?

Ketika diri kami sendiri bukan milik kami.

Apalah arti kehilangan?

Ketika kami sebenarnya menemukan banyak saat kehilangan, dan sebaliknya kehilangan banyak pula saat menemukan.

Apalah arti cinta?

Ketika kami menangis terluka atas perasaan yang seharusnya indah?

Bagaimana mungkin kami terduduk patah hati atas sesuatu yang seharusnya suci dan tidak menuntut apa pun?

Wahai, bukankah banyak kerinduan saat kami hendak melupakan? Dan tidak terbilang keinginan melupakan saat kami dalam rindu? Hingga rindu dan melupakan jaraknya setipis benang saja."

Rindu karya Tere Liye, mengangkat cerita tentang jemaah Haji yang berlayar dengan kapal Uap pada 1938. Dalam perjalanan dari Makassar menuju Mekkah. 

BACA JUGA: Dia Adalah Kakakku, Novel Tere Liye yang Menguras Air Mata

Buku dengan perjalanan panjang ini membawa banyak kisah, mulai dari kebencian, kemunafikan, cinta sejati dan masih banyak lagi.

BACA JUGA: Mengenang Rindu Tere Liye, Menyibak Ibadah 9 Bulan...

Kapal uap bernama Blitar ini mengangkut jemaah haji dan salah satu di dalamnya ada seorang ulama asal Sulawesi terkenal bernama Gurutta. 

Disana juga terdapat Daeng Andipati bersama dengan kedua putrinya Anna dan Elsa yang merupakan saudagar kaya.

Selain itu hadir juga Ambo Uleng, yang tidak berniat untuk pergi haji. Karena ada masalah dalam kehidupannya ia hanya ingin pergi jauh. Dan masih banyak lagi penumpang yang menaiki kapal uap Blitar ini.

Novel ini memiliki konflik yang begitu menegangkan saat dibaca. Gurutta seorang ulama yang dibenci oleh serdadu Belanda dan mereka mencoba mengawasi Gurutta. 

Mereka takut Gurutta mendoktrin para penumpang untuk merdeka. 

Saat itu juga, ulama asal Sulawesi itu kedapatan membawa buku berjudul 'Kemerdekaan adalah Hal Segala Bangsa," yang akhirnya membuat Gurutta dipenjara di bawah kapal.

Tak hanya disitu saja, terdapat kisah sedih kepergian mbah Putri yang meninggal dalam perjalanan. 

Kisah cinta sejati dari Mbah Kakung yang harus melihat mendiang istrinya garus segera di lepaskan ke laut membut pembaca berlinang air mata.

Novel dengan 544 halaman ini sukses membuat pembaca ikut dalam suasana di kapal uap tersebut. Cerita ini juga sangat ringan dan mudah di pahami. 

Membuat pembaca penasaran dengan konflik dan pemecahan masalah yang mengalir dengan alur yang begitu rapi. (*)
 

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co