Merdi Sihombing, Perancang Busana Kain Nusantara yang Memukau Dunia

14 Maret 2019 11:51

Merdi Sihombing, Perancang Busana Indonesia mendapat sambutan hangat di ajang ILFWDA Fashion Week di London dan Tresemme Bangladesh Fashion Week. Pada pertunjukkan di London, Merdi Sihombing mengenalkan ‘Sirat’, sebuah teknik anyaman benang yang dikerjakan dengan rajutan meja dan kain dengan teknik pewarnaan alami.

Februari 2019, Merdi diundang untuk membawakan karya sustainable fashion-nya di ajang yang diprakarsai oleh Independent London Fashion Week Designer's Association (ILFWDA).  Limabelas koleksi AW 2019  terbaru dari Merdi dipamerkan bersama karya-karya Jeff Garner dan tujuh desainer sustainable fashion independen  dari mancanegara. Jeff Garner adalah desainer dari Amerika Serikat yang memenangi penghargaan 2018 Eluxe Award. 

Merdi Sihombing menjelaskan,  keikutsertaan dia  di ILFWDA ini direkomendasikan oleh Jeff Garner yang karya-karya sustainable fashionnya sudah dikenal dunia melalui brand Prophetik. 

“Koleksi saya kali ini juga mendapatkan dukungan dari Lenzing Indonesia – PT South Pacific Viscose, produsen benang ramah lingkungan, yakni Lyocell A 100 yang kemudian diberi pewarna alam sebelum  ditenun menjadi kain-kain indah oleh perempuan-perempuan penenun di berbagai pelosok terpencil di Indonesia. ” kata Merdi Sihombing dalam keterangan tertulis yang diterima oleh GenPI.co.

Karya busana Merdi Sihombing di TRESemmé Bangladesh Fashion Week.

Selang seminggu dari London, karya-karya Merdi kembali ditampilkan di TRESemmé Bangladesh Fashion Week. Ajang ini  diadakan di   International Convention Centre, Basundhara, Dhaka.

“Maheen Khan, presiden dari Fashion Design Council of Bangladesh mengundang saya mewakili Indonesia karena menilai Indonesia dan Bangladesh memiliki kesamaan  dalam menanggapi isu sustainable fashion,” kata Merdi.

Penampilan karya Merdi Sihombing ini mendapatkan apresiasi yang tinggi dari Duta Besar Indonesia untuk Bangladesh dan Nepal, Rina P. Soemarno. Menurut Dubes Rina P. Soemarno, masyarakat Bangladesh sangat mengapresiasi kerajinan asli buatan tangan, sehingga tenun dan batik berpeluang besar untuk disukai masyarakat negara itu.

Midian Sefnat Sihombing Hutasoit yang lebih dikenal sebagai Merdi Sihombing sendiri adalah perancang busana yang mengolah kain tenun nusantara. Lewat karyanya, tenun nusantara mendapatkan tempat terhormat di Indonesia. Merdi juga dikenal tekun memperkenalkan Ulos, termasuk mengolah motif baru dan menggunakan pewarna alam dalam karya-karyanya. 

Selama 15 tahun berkarya, Merdi telah aktif melakukan community development di berbagai tempat di Indonesia dalam mengembangkan tekstil nusantara. Merdi pernah mencatat rekor MURI atas penemuan teknik tenun dengan pewarna alam. Proyek pengembangan ulos bekerja sama dengan Austria membuat karyanya menjadi satu-satunya karya anak bangsa yang dipamerkan di Museum Swarovskl Austria. 

Tema “Sirat” diangkat Merdi Sihombing sebagai sajian utamanya di London dan Dhaka. Sirat adalah produk anyaman benang yang dikerjakan dengan teknik table weaving. Helai demi helai sirat yang berbentuk seperti pita itu dijahit menjadi satu, hingga membentuk gaun panjang, jumpsuit maupun longcoat yang diberi aksentuasi manik metal spike

“Sirat biasanya digunakan sebagai hiasan kepala saat ritual adat. Bentuknya menyerupai pita sepanjang 1 meter dengan lebar 5-7 cm. Sirat biasanya terdiri atas tiga warna yang melambangkan dunia dengan komposisi warna putih di atas, merah di tengah dan hitam di bawah. Motif ini disebut dengan istilah Sacred Geometry.” jelas Merdi.

Merdi juga menyuguhkan koleksi klasik tenun ikat Hitam Putih, dan sejumlah koleksi dari kain yang diproduksi di Umapura Alor, sebuah atol kecil di Pulau Ternate. 

Fashion yang ramah lingkungan (eco-fashion) dan fashion terbarukan (sustainable fashion) beberapa tahun belakangan menjadi perhatian dunia, termasuk Indonesia. Terlebih ketika Ellen MacArthur Foundation melansir data yang menyatakan polusi yang dihasilkan dari industri fashion sama dengan polusi yang dihasilkan oleh batubara, migas bahkan petrokimia. 

Dalam data laporan  yang dilansir pada 2017 lalu itu, MacArthur menyatakan setiap detik terdapat 1 truk limbah tekstil yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) atau dibakar. Kerugian setiap tahun diperkirakan mencapai USD 500 Milyar dari pakaian yang jarang dipakai atau tak pernah didaur ulang. Pada tahun 2050, industri fashion bahkan  diperkirakan akan menggunakan 25% dari bujet karbon dunia apabila tidak ada seorang pun yang melakukan aksi perubahan. 

Data tersebut juga memaparkan tentang fakta pahit bahwa industri fashion telah melakukan pencemaran yang masif, yakni membuang satu juta ton mikrofiber per tahun ke laut, yang setara dengan 50 trilyun botol plastik.  Fakta di lapangan menunjukkan mikrofiber hampir mustahil untuk dibersihkan dan suatu saat akan masuk ke dalam rantai makanan yang dikonsumsi manusia.  

Merdi Sihombing  menyikapi isu ini dengan melakukan berbagai kegiatan selaras dengan   re-thinking fashion, sebuah gerakan yang sejak 2018 lalu marak dilakukan pegiat fashion dunia. 

Sepanjang 2018, Merdi melakukan community development di Alor, Rote Ndao, Banyuwangi dan Lombok untuk memyebarkan berbagai teknik yang menerapkan konsep sustainable fashion, seperti penggunaan pewarna alam, benang organik, maupun pengelolaan limbah tekstil. 

Merdi juga  menggagas Eco-Fashion Week Indonesia 2018 yang digelar di Gedung STOVIA, Jakarta, dan menjadi pembicara di berbagai event yang mengusung prinsip sustainable lifestyle. 

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Paskalis Yuri Alfred

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2025 by GenPI.co