Kau Bawa Cintaku Sampai Mati

04 Maret 2021 08:50

GenPI.co - Sudah setahun lamanya hubunganku dengan Arlo terpisah jarak dan waktu. 

Aku harus rela meninggalkannya, demi untuk menggapai cita-citaku melanjutkan kuliah di Sydney, Australia. 

BACA JUGACepatnya Dirimu Pergi, Aku Rindu Momen di MM 69 Bersamamu 

Meskipun kami LDR-an, hubungan kami tetap terjaga. Kami saling menumbuhkan rasa percaya dan selalu berkomunikasi. 

Bahkan, kami juga sudah berkomitmen akan melangsungkan pernikahan setelah aku lulus S2 nanti dan kembali ke Indonesia. 

BACA JUGARiko yang Mampu Memenangkan Hatiku, Tapi…

Arlo adalah orang yang sangat sabar dalam menghadapi masalah. Itu lah sebabnya, aku selalu merasa nyaman dengannya. 

Dia juga selalu mengerti ketika aku tidak menghubunginya, lantaran sedang sibuk menghadapi tugas akhir. 

Hampir enam bulan lamanya, kami pun jarang membahas masalah pribadi. Bahkan, kami tidak menyinggung masalah persiapan pernikahan

Sebab, aku hanya ingin fokus kepada tugas akhir, wisuda, dan kembali ke Indonesia. Aku berpikir, untuk masalah persiapan pernikahan sudah ada yang mengaturnya. 

Siang itu, aku sangat senang sekali, akhirnya perjuanganku selesai. Aku pun segera menghubungi Arlo untuk berbagi kabar gembira itu. 

“Sayang, aku lulus, lo,” ucapku girang ditelepon. 

“Wah, selamat, ya, sayang. Nanti kalau sudah di Indonesia kita rayain, ya,” ucapnya. 

Mendengar suaranya rasanya sudah cukup menjadi pengobat rindu bagiku. Tak sabar untuk segera pulang dan menyelesaikan sejumlah adminstrasi. 

Hari-hari terakhirku di Sydney sangat menyenangkan. Kendati demikian aku merasa sedih meninggalkan rumah kos yang penuh kenangan. 

Malam itu, aku mulai berberes membersihkan semua barang-barangku. 

Tak lupa aku juga berpamitan kepada sejumlah teman, yang selalu memberiku semangat dan dorongan. 

Hari perpisahan pun tiba. Aku benar-benar meninggalkan Sydney dan kembali ke Indonesia. Sebelumnya, aku sudah menghubungi Arlo dan dia akan menjemputku di bandara. 

Rindu rasanya, ingin segera memeluknya dan menatap wajahnya. Selama dalam perjalanan aku selalu membayangkan wajah Arlo. Bahkan, sesekali aku melihat foto yang ada di ponselku hingga aku terlelap di dalam pesawat. 

Tiba-tiba aku terkejut dengan sebuah mimpi burukku. Aku terbangun. 

Aku pun melihat sekitarku dan mulai menyadari bahwa pesawat akan segera landing. Aku lega, karena sebentar lagi akan bertemu dengan Arlo. 

Namun, entah kenapa perasaanku menjadi tidak enak saat kakiku menginjak ruang tunggu bandara. 

Aku mencoba menghubungi Arlo, tetapi tidak ada jawaban. Tak lama kemudian, Pak Eko, paman Arlo menghubungi aku dan mengaku sudah di tempat penjemputan.  Aku terkejut, karena bukan Arlo yang menjemput. Namun, Pak Eko masih bergeming tidak memberikan aku alasan apa pun. 

Sore itu, aku diajak ke rumah sakit. Aku pun semakin bingung. Awalnya aku berpikir ibu Arlo yang sedang sakit sehingga dia tidak bisa menjemputku. 

Namun ternyata Arlo yang berbaring lemah di rumah sakit. Dia mengalami koma, setelah pingsan saat hendak berangkat ke bandara menjemputku. 

Tak lama, aku berdiri di sampingnya, Arlo menghembuskan napas terakhir. 

Hatiku hancur. Semua rencana kami gagal. Entah, kenapa, kejadian tersebut seolah menjadi jawaban atas kegelisahanku sebelum aku pulang ke Indonesia. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Linda Teti Cordina Reporter: Mia Kamila
kekasih   pacar   ldr   cintaku   dear diary  

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co