Film Hotel Mumbai Ajarkan Tentang Keramahan dan 'Respect'

24 April 2019 02:27

GenPI.co -- “Pahlawan tidak selalu memakai jubah, lencana, atau seragam” kalimat Andrea Randall ini yang tepat menggambarkan sosok pahlawan sebenarnya dalam film Hotel Mumbai. Jubah pada kalimat itu merujuk pada para superhero seperti superman dan batman. Sementara lencana dan seragam merujuk kepada polisi dan tentara. 

Pada film Hotel Mumbai kita melihat kebenaran kutipan Andrea Randall itu. Para pahlawan saat serangan teroris terjadi di hotel Taj Mahal Palace Hotel (selanjutnya disebut Taj Mumbai) bukan polisi yang tidak terlatih dan pasukan khusus yang baru datang berjam-jam kemudian. 

Pahlawan saat itu adalah para pegawai hotel yang melayani tamu-tamu dengan taruhan nyawa mereka sendiri. Serangan ini terjadi pada tanggal 26 november 2008 sekitar pukul 21:30. Saat serangan terjadi terdapat 1.2 sampai 1.5 tamu di dalam hotel yang dilayani oleh 500 karyawan. 

Baca juga: Film Hotel Mumbai, Ini Cara Selamatkan Diri dari Serangan Teror

Serangan ini menewaskan 31 orang, 11 diantaranya adalah pegawai hotel Taj Mumbai. Segera setelah serangan berakhir, manajemen Taj Mumbai mendirikan lembaga amal yang menyantuni anak-anak pegawai mereka yang tewas. Mallika Jagad adalah manager di salah satu restoran di dalam Taj Mumbai. 

Dia sedang mengurus sebuah acara pisah sambut petinggi Unilever India saat serangan terjadi. Alih-alih menyelamatkan diri, Mallika Jagad malah segera mengunci pintu dan mematikan lampu ruang makan. Dia meminta para tamu untuk tetap tenang dan tidak menggunakan henpon. 

Baca juga: Ini 5 Tokoh Karakter di Film Hotel Mumbai

Mallika juga meminta suami dan istri berada dalam kelompok terpisah. Sepanjang malam Mallika beserta 35 krunya menemani para tamu, menawarkan kepada mereka minuman dan bantuan. Esok paginya, bagian hotel Taj di dekat restoran mulai terbakar, membuat pegawai dan tamu Taj Mumbai yang terdesak akhirnya memecahkan kaca jendela. Mereka akhirnya diselamatkan oleh tangga dari mobil pemadam kebakaran. 

Seluruh tamu dam pegawai selamat berkat ketenangan Mallika dan krunya. Thomas Varghese adalah kepala pelayan yang sedang melayani di restoran lain di Taj Mumbai. Saat operator telpon Taj mengabarkan soal serangan Thomas segera meminta para tamu untuk berlindung di bawah meja dan memerintahkan para krunya untuk membentuk perisai manusia di sekitar tamu. 

Empat jam kemudian pihak keamanan meminta Thomas untuk mencoba membawa keluar para tamu yang terjebak. Thomas berhasil melakukannya, dia mengarahkan tamu-tamu dan krunya untuk menggunakan tangga spiral di dekat restoran untuk melarikan diri, Thomas menjadi orang terakhir dalam barisan dan tertembak di kaki dan perut. 

Semua tamu selamat namun Thomas tewas. Hemant Oberoi sedang berada di dapur Taj Mumbai saat serangan terjadi. Dia lalu memutuskan untuk menyelamatkan para tamu melalui tangga darurat menuju ke ruang klub eksklusif. Disana Hemant dan krunya melayani para tamu, menawarkan minuman dan makanan. 

Saat api membakar Taj Mumbai, Hemant mengarahkan para tamu untuk keluar melalui tangga darurat dan ruang dapur hotel. Mayoritas tamu selamat namun dalam usaha melindungi mereka Hemant kehilangan krunya sendiri, termasuk pelayan seniornya. 

Secara keseluruhan, tidak ada karyawan Taj Mumbai yang melarikan diri, bahkan beberapa karyawan yang selamat dan meninggalkan hotel dalam waktu-waktu awal serangan memutuskan untuk kembali ke dalam hotel dan menyelamatkan para tamu. 

Tindakan luarbiasa ini melampaui apa yang dapat orang bayangkan mengenai pelayanan sebuah hotel. Hotel dimana para pegawainya bukan hanya memberi pelayanan nomor satu tapi juga nyawa mereka sendiri untuk keamanan para tamu. 

Harvard Business Review menyebut ini sebagai ‘extreme customer-centric culture’ yang kurang lebih berarti ‘budaya berorientasi pelanggan secara ekstrem’. Kebanyakan hotel papan atas telah membekali pegawainya dengan budaya untuk mendahulukan kepuasan pelanggan, namun Taj Mumbai telah membawa budaya itu ke level yang berbeda, mendahulukan kepuasan pelanggan melampaui kepentingan hotel dan diri sendiri. 

Begitu mengagumkannya sikap para staf Taj Mumbai sehingga sekolah bisnis terkemuka seperti Harvard pun merasa perlu mengkajinya sendiri. Menariknya, Harvard Business Review tidak menemukan ini dalam buku petunjuk perusahaan. Artinya, budaya ekstrem mendahulukan pelanggan itu bukan sesuatu yang dipaksakan, melainkan sesuatu yang timbul sebagai hasil pelatihan dan pengalaman.

Harvard menunjukan bahwa cara tak biasa Taj Mumbai dalam merekrut pegawai telah berhasil menjaring pribadi yang siap melayani dan penuh hormat. Dilengkapi dengan pelatihan yang baik, para rekrut baru ini siap melayani para pelanggan Taj Mumbai dan jaringan hotel Taj lainnya di 12 negara. 

Indonesia sendiri adalah negara yang juga terkenal dengan keramah-tamahannya. Namun apa yang ditunjukkan oleh pegawai Taj Mumbai bisa menjadi pelajaran untuk meningkat pelayanan melalui sistem rekrut yang unik dan pelatihan yang baik. Budaya perusahaan yang dihayati oleh segenap pegawai Taj hotel telah teruji dalam situasi yang tak diduga. 

Tidak ada salahnya jaringan manajemen hotel di Indonesia meniru menyerupai film Hotel Mumbai. Agar pariwisata Indonesia makin berkesan bagi turis mancanegara.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Maulin Nastria Reporter: Robby Sunata

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co