GenPI.co - Ukraina pada Kamis (17/2) meminta DK PBB untuk membahas tawaran parlemen Rusia untuk mengakui separatis Donbass yang memproklamirkan diri di timur negara itu.
Dewan beranggotakan 15 orang itu sudah dijadwalkan bertemu untuk membahas krisis Ukraina.
Mereka juga membahas perjanjian Minsk, yang disahkan pada 2015, yang dirancang untuk mengakhiri perang separatis.
Pertemuan itu terjadi di tengah ketegangan tinggi setelah Rusia mengumpulkan lebih dari 100 ribu tentara di dekat perbatasan Ukraina dalam beberapa pekan terakhir.
Namun Rusia membantah merencanakan serangan terhadap bekas negara Soviet itu.
Dalam sebuah surat kepada anggota DK PBB yang dilihat oleh Reuters, Duta Besar Ukraina Sergiy Kyslytsya mengatakan langkah parlemen Rusia pada hari Selasa (15/2)semakin memperburuk ancaman terhadap integritas teritorial negaranya.
Hal ini ditambah lagi dengan arsitektur keamanan global menyusul pembangunan militer yang sedang berlangsung oleh Federasi Rusia di sekitar perbatasan dengan Ukraina.
Separatis yang didukung Rusia di wilayah Donetsk dan Luhansk - secara kolektif dikenal sebagai Donbass - memisahkan diri dari kendali pemerintah Ukraina pada tahun 2014.
Mereka kemudian memproklamirkan diri mereka sendiri sehingga memicu konflik dengan tentara Ukraina.
Majelis rendah parlemen Rusia memberikan suara pada hari Selasa untuk meminta Presiden Vladimir Putin untuk mengakui Donetsk dan Luhansk sebagai independen.
Putin menolak untuk menjelaskan bagaimana dia berencana untuk menanggapi.
Kyslytsya mengatakan keputusan itu merusak kesepakatan Minsk dan meminta DK PBB untuk mempertimbangkan perkembangan tersebut selama pertemuan Kamis di New York.
PBB telah bertemu puluhan kali untuk membahas krisis Ukraina sejak Rusia mencaplok wilayah Krimea Ukraina pada 2014.
Namun lembaga dunia itu tidak dapat mengambil tindakan apa pun karena Rusia memiliki hak veto bersama dengan Prancis, Inggris, China, dan Amerika Serikat.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News