GenPI.co - Pengurus Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (LAKPESDAM) PBNU Gus Najih Arromadloni mengatakan konflik di Suriah adalah dampak konflik berkepanjangan di negara itu.
“Kelompok, seperti Hayat Tahrir al-Sham (HTS) di Suriah. berupaya mengeksploitasi ketidakpuasan masyarakat dengan membingkai perjuangan mereka sebagai jihad,” kata Najih, Kamis (19/12).
Gus Najih menjelaskan tindakan HTS lebih condong ambisi politik dibandingkan keagamaan.
Gus Najih mengatakan konflik berkepanjangan bisa terjadi karena destabilisasi yang terjadi di Suriah.
Menurut dia, tindakan HTS didasari radikalisme. Gus Najih menilai radikalisme menodai makna jihad.
“Jihad tidak selalu bicara soal peperangan. Upaya membangun masyarakat yang lebih baik melalui pendidikan, ekonomi, dan sosial juga dianggap sebagai bagian dari jihad yang sebenarnya,” kata Gus Najih.
Gus Najih pun mengimbau masyarakat memperdalam edukasi mengenai makna jihad yang sebenarnya.
“Tujuannya ialah untuk menghindari narasi yang menyimpang,” tegas Gus Najih.
Gus Najih menyebut makna jihad yang menyimpang sering ditemukan dalam politik praktis.
Menurut dia, penyimpangan itu mencederai hubungan erat antarnegara dan agama.
“Sebagaimana yang dikatakan Imam Ghazali, agama dan negara seperti saudara kembar. Syekh Hasyim Asy'ari pun pernah mengatakan bahwa agama dan negara itu adalah seperti dua sisi mata uang yang keduanya saling melengkapi,” ujar Gus Najih.
Gus Najih pun mengimbau masyarakat mewaspadai berbagai narasi yang membenturkan agama dengan negara.
“Pemahaman makna jihad secara komprehensif dan penerapan prinsip-prinsip toleransi serta inklusivitas adalah langkah yang penting dalam melawan radikalisme dan terorisme,” ucap Gus Najih.
Dia juga berharap masyarakat Indonesia bisa membangun kerukunan antarumat beragama.
“Strategi kontra radikalisasi menjadi sangat penting untuk melawan radikalisme,” ujar Gus Najih. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News