Cespleng! Resep Isoman Versi IDI, Pasti Cepat Sembuh

22 Juli 2021 14:31

GenPI.co - Banyak Pasien Covid-19 meninggal justru saat melakukan isolasi mandiri di rumah. Menurut Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr Daeng M Faqih ada beberapa faktor yang jadi penyebab hal itu bisa terjadi.

Daeng menegaskan, isolasi mandiri hanya bisa dilakukan pasien Covid-19 yang tanpa gejala atau juga gejala ringan. Sedangkan, pasien dengan gejala sedang, berat, dan kritis harus menjalani perawatan di rumah sakit.

Namun, lantaran lonjakan kasus positif yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir, diakui Daeng, masyarakat sulit mendapatkan tempat tidur di rumah sakit.

BACA JUGA:  7 Orang Warga di Gunungkidul Meninggal saat Isoman

Menurutnya, banyaknya yang meninggal saat isolasi mandiri. Banyak yang mestinya sudah dirawat di rumah sakit, dengan saturasi di bawah 94, bahkan mungkin saturasinya rendah sekali 80 atau 70, karena tidak dapat kamar (di rumah sakit) terpaksa dirawat dirumah.

"Ini memang agak berat, tapi terpaksa dirawat di rumah karena tidak ada tempat di rumah sakit. Ini memang yang menyebabkan banyak kasus meninggal," terang Daeng dikutip dari Ayosemarang.com, Kamis, 22 Juli 2021.

BACA JUGA:  Pasien Covid-19 Isoman di Jabar Capai 80 Ribu Jiwa

Bahkan orang tanpa gejala (OTG) atau bergejala ringan juga ada yang meninggal saat isoman di rumah. Hal itu biasanya disebabkan karena terjadi perburukan kondisi pasien, namun tidak disadari, sehingga terlambat mendapatkan perawatan medis yang tepat.

Daeng menekankan harus ada pengawasan oleh tenaga kesehatan bagi pasien Covid-19 yang isolasi mandiri. Memang, tidak mungkin datang langsung ke rumah pasien, karena itu, Daeng menyampaikan bahwa pentingnya peran telemedicine yang bisa diakses oleh pasien melalui gawainya masing-masing dari rumah.

BACA JUGA:  Astaga, Pasien Covid-19 yang Meninggal Saat Isoman Membeludak

Selain itu, baik pasien maupun keluarganya harus memahami alarm atau tanda tubuh jika terjadi perburukan gejala Covid-19.

"Bagi yang melakukan isolasi mandiri, ada alarm kapan dia harus mencari pertolongan ke rumah sakit. Pertama, sebenarnya secara keseluruhan kalau terjadi perburukan atau gejala yang tampak berat. Biasanya gejala yang dikaitkan dengan gangguan pernapasan. Karena gangguan pernapasan sebagai tanda terjadi gejala pneumonia atau radang paru," jelasnya.

Gejala pneumonia di antaranya napas jadi lebih cepat dan pendek. Jika diukur respiratori atau kecepatan napas mencapai 24 kali per menit.

"Itu sudah menunjukkan gejala gangguan napas, berarti dia sudah ada gejala pneumonia. Sudah masuk gradasi gejala sedang, bukan lagi gejala ringan, jadi tidak boleh lagi dilakukan isoman," imbuh Daeng.

Gejala kedua, meskipun napas tidak cepat tapi merasa sesak atau dada seperti tertekan dan sakit, itu termasuk gejala gangguan napas. Ketiga, terjadi sianosis, yakni kebiruan pada bibir, ujung tangan, juga ujung kuku.

Daeng menjelaskan bahwa sianosis menunjukkan kekurangan oksigen, dan jika diperiksa dengan oximeter kemungkinan saturasinya telah di bawah 94.

Namun, meskipun oksigen bisa digunakan secara mandiri dari rumah, tetap ada dosis yang harus diperhatikan saat menggunakannya. Sekali lagi, Daeng menekankan, karena itulah pentingnya pendampingan dari tenaga medis bagi pasien Covid-19 yang isoman.

"Karena kebanyakan masyarakat belum mengetahui gejala alarm tadi. Ini bisa tercegah kalau dia selalu terhubung, selalu konsultasi ke dokter atau tenaga kesehatan. Ada pendamping tenaga kesehatan atau dokter yang terus ditanyakan," ucapnya.

Menurut Daeng, pasien Covid-19 yang OTG atau hanya gejala ringan sebenarnya peluang untuk sembuh sangat besar. Asalkan mendapatkan perawatan yang baik dan tepat.

"Maka saya katakan, isoman penting sekali untuk didampingi," pungkasnya. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Hartanto Ardi Saputra
IDI   Isoman   Resep   dr Daeng M Faqih   Covid-19  

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co