GenPI.co - Akademisi politik Philipus Ngorang memberikan pendapatnya terkait vonis delapan bulan penjara yang diberikan pengadilan kepada Mantan Pimpinan FPI Habib Rizieq Shihab (HRS) terkait kasus kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat.
Menurutnya, hakim dan jaksa bukanlah orang yang bebas nilai dan pandangan.
Oleh karena itu, mungkin saja jika ada nilai yang mempengaruhi para hakim dan jaksa dalam memberikan vonis kepada HRS.
“Hakim dan jaksa itu bisa jadi tak murni hukum. Jadi, bisa saja ada nilai-nilai yang mempengaruhi dia dalam mengambil keputusan seperti itu,” ujarnya kepada GenPI.co.
Ngorang mengatakan bahwa kemungkinan ada pertimbangan ideologis dari pada hakim dan jaksa dibalik vonis yang dijatuhkan kepada HRS.
“Itu yang saya khawatirkan bahwa mereka tak murni hukum dalam memutuskan vonis,” katanya.
Lebih lanjut, Ngorang memaparkan jika kasus serupa terjadi pada orang lain dan hukuman yang diberikan lebih besar dari HRS, maka akan terjadi ketidakadilan.
“Itu bisa jadi artinya hukum kita tak dapat lagi dipercaya. Selain itu, hakim dan jaksa juga tak bisa lagi dipercaya sebagai pihak yang mampu mengambil keputusan yang adil,” paparnya.
Ngorang menuturkan bahwa kondisi serupa terjadi di dalam keputusan Mahkamah Agung (MA) yang mencabut Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri (SKB Tiga Menteri) tentang seragam siswa.
Pengajar di Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie itu sangat menyayangkan keputusan hakim MA tersebut, padahal sudah ada tiga menteri yang membuat peraturan bersama untuk kasus di Padang, Sumatera Barat beberapa waktu lalu.
“Bagaimana bisa hakim menolak SKB Tiga Menteri itu? Hakimnya ini jadinya seperti apa? Itu etika profesi yang bisa dijunjung tinggi dengan mengambil keputusan yang seadil-adilnya,” ungkapnya. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News