GenPI.co - Pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) Ahmad Fanani Rosyidi bicara terkait bursa Calon Panglima TNI.
Dia mengatakan, pergantian Panglima TNI harus mempertimbangkan keseimbangan antar-matra sesuai yang berlaku dalam UU TNI Nomor 34 tahun 2004.
Jika melenceng dari UU tersebut, akan merusak tatanan atau kultur yang sudah ada di organisasi TNI.
Mantan peneliti bidang HAM Setara Institute ini menambahkan, pergantian Panglima TNI juga tidak boleh mempertimbangkan alasan politik atau kekuasaan semata.
"Jika hal itu yang terjadi maka akan merusak profesionalitas dan keseimbangan di tubuh TNI," ujar Ahmad dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (29/7).
Ahmad menegaskan bahwa Pasal 14 ayat 4 UU TNI menjelaskan bahwa Panglima TNI dapat dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari tiap-tiap angkatan yang sedang atau pernah menjabat kepala staf angkatan.
Selain itu, merujuk prinsip yang diatur pada Pasal 4 ayat 2 UU TNI bahwa tiap-tiap angkatan mempunyai kedudukan yang sama dan sederajat.
"Tetapi pergantian Panglima TNI merupakan hak prerogatif Presiden dan juga produk politik di forum DPR," jelasnya.
Seperti diketahui, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto akan pensiun pada November 2021 mendatang.
Saat ini, bursa pemilihan calon Panglima TNI baru mulai ramai diperbincangkan.
Ada dua nama yang banyak disebut yakni Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Andika Perkasa dan Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Yudo Margono. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News