Video Santri Tutup Kuping, Pengamat: Budaya Digital Kian Reaktif

17 September 2021 11:40

GenPI.co - Pro dan kontra terkait video yang merekam para santri menutup telinga saat musik terdengar masih terus berlanjut.

Sebelumnya diketahui sejumlah santri itu sedang mengantri untuk mengikuti vaksinasi Covid-19.

Pengamat media sosial Institute for Digital Democracy (IDD) Bambang Arianto, mengungkapkan pro dan kontra ini kian membuktikan budaya digital telah membuat seseorang menjadi generasi reaktif.

BACA JUGA:  Novel PA 212: Begitulah Santri yang Sebenarnya Menjaga Akidah

"Kita belum tahu duduk persoalanya, tapi kita sudah langsung memvonis. Padahal yang mengunggah video pun belum tentu tahu maksud dan tujuan, mengapa para santri harus menutup telinga ketika musik terdengar," ungkapnya dikutip GenPI.co, Jumat (17/9)

Padahal, sebenarnya sangat wajar ketika seorang santri yang memang dituntut untuk memperbanyak hafalan kemudian harus menutup telinganya ketika ada suara lain yang menggangu.

BACA JUGA:  Novel PA 212 Pertanyakan Keimanan Orang Nyinyir dengan Santri

Apalagi dunia santri memang memiliki kultur yang berbeda dan tidak banyak diketahui oleh publik.

Artinya, ini pilihan masing-masing. Jadi tidak usah lebay dan mudah menyebut seseorang dengan hal yang tidak pantas apalagi dengan sebutan radikal.

"Fenomena pro dan kontra ini terjadi diakibatkan masyarakat kita masih gagap dalam menghadapi transformasi budaya dari yang konvensional menuju digital. Padahal, budaya digital tentu akan menciptakan sisi negatif juga seperti generasi yang berwatak reaktif," terangnya.

Sikap reaktif, akan membuat masyarakat terdorong untuk cepat memvonis apa yang dilihat tanpa mengetahui seluk beluk permasalahannya.

Artinya, sikap reaktif ini akan membuat seseorang lebih cenderung mengedepankan emosi ketimbang rasionalitas.

Maka dari itu mengapa banyak video settingan atau prank yang kemudian banyak beredar luas dan juga viral.

"Sebut saja, baru-baru ini ada video pasangan Gancet yang kemudian kita cepat mempercayai, padahal itukan konten prank atau settingan. Bahkan, banyak pula konten-konten yang memang dibuat untuk pengalihan isu atau istilahnya konten “umpan”," lanjutnya.

Bambang Arianto berharap kepada warganet Indonesia, ketika menerima konten media sosial cobalah bersabar untuk tidak cepat memvonis dan kedepankan langkah verifikikasi. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Landy Primasiwi

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co