GenPI.co - Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi blak-blakan menilai Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) tidak pernah berpihak pada isu penguatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi juga menyebut Presiden Jokowi menjadi salah satu dalang di balik melemahnya lembaga antirasuah.
Menurut Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi, bahwa presiden tidak hanya mengabaikan temuan Komnas HAM dan Ombudsman, tetapi juga belum mendengarkan aspirasi masyarakat terkait TWK KPK secara penuh.
Apalagi, selama empat bulan terakhir, sejumlah organisasi dan tokoh masyarakat sudah mendorong presiden untuk membatalkan keputusan pimpinan KPK.
"Mulai dari puluhan guru besar, mahasiswa, dan organisasi masyarakat sipil telah memberikan masukan tentang potensi pelemahan KPK di balik TWK," jelas Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi dalam keterangannya, Rabu (29/9).
Menurut Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi, bukan hanya pada polemik tes wawasan kebangsaan (TWK), langkah lain seperti agenda revisi UU KPK pada 2019 dan pemilihan pimpinan KPK yang bermasalah menjadi contoh dari tidak berpihaknya pemerintah pada penguatan KPK.
"Padahal, kondisi pemberantasan korupsi di Indonesia semakin mengkhawatirkan," ungkap Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi.
"Hal itu dapat ditangkap dari temuan Transparency International saat menyampaikan Indeks Persepsi Korupsi yang semakin anjlok pada tahun 2020 lalu," sambungnya.
Melihat hal itu, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi memberikan tiga tuntutan kepada Presiden Jokowi untuk menyampaikan tindak lanjut atas pemberhentian 56 pegawai KPK secara langsung.
Mereka juga mendesak presiden untuk melaksanakan rekomendasi Ombudsman dan Komnas HAM terkait penyelenggaraan TWK KPK.
Kemudian, Presiden Jokowi juga diminta untuk mengangkat 56 pegawai KPK menjadi ASN di KPK.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News