GenPI.co - Peneliti Senior Founding Father House (FFH) Dian Permata mengatakan masih ada lembaga survei yang berbuat nakal.
Mereka bisa mengubah hasil survei sesuai orderan klien.
“Misalnya Jokowi 43 persen terus diubah 53 persen bisa saja. Tapi ya moralnya sudah hancur,” Ujarnya dikutip GenPI.co, Minggu (10/10).
Dijelaskannya, perubahan hasil itu bisa dengan beberapa faktor. Misalnya dengan pertanyaan yang diarahkan agar jawaban responden sesuai dengan pesanan klien.
Adapula yang lebih nakal dari itu, yakni memanipulasi hasil pengambilan sampel.
“Peneliti itu boleh salah, tapi nipu jangan. Karena bisa saja metode pengambilannya sampel di lapangan ada yang salah,” kata Dian.
Untuk menghindari itu, maka lembaga survei biasa mencegahnya dengan pelibatan pihak ekternal.
Misal supervisor pengambilan sampel untuk mengecek kembali apakah petugas survei betul melakukan pengambilan sampel di lapangan, hingga pelibatan saksi.
Sementara itu di era digital seperti sekarang, menurut Dian ada standar sederhana yang bisa diterapkan.
Seperti petugas survei menyetor foto dirinya tengah berada di kantor desa tempat survei. Atau dia berfoto dengan respondennya. Hingga mencantumkan nomor telepon responden untuk diklarifikasi ulang.
“Itu survei yang berkualitas, makanya biaya riset itu bisa menjadi mahal,” tegasnya.
Di sisi lain, Dian mengatakan, tidak bisa mengkategorikan antara lembaga survei yang kompeten dengan lembaga survei abal-abal.
Hanya saja publik bisa melihat dari rekam jejak hasil survei lembaga tersebut. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News