Parpol Baru Menjamur, Pengamat: Tujuannya Tetap Bagi Kekuasaan

11 Oktober 2021 10:25

GenPI.co - Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKopi Kunto Adi Wibowo membeberkan dampak buruk dari semakin banyaknya partai politik atau parpol baru di Indonesia.

Menurutnya, salah satu kerugian tersebut adalah problematika dari sisi politik elektoral. 

"Misalnya partai tersebut tidak mampu mencukupi elektoral threshold untuk mendapatkan kursi. Suara-suara ini, kan, jadi aspirasi yang terbuang," ujar Kunto kepada GenPI.co, Senin (11/10).

BACA JUGA:  DPD Harus Menjadi Representasi Daerah Tanpa Terikat Parpol

Kesia-siaan tersebut, menurut Kunto, akan terjadi apabila partai politik baru yang menjamur ini tak terpilih karena masyarakat lebih memilih partai yang sudah terkenal.

"Dalam kata lain, suara-suara para pemilih ini jadi terbuang sia-sia karena sumbangan suara tersebut tidak akan dikonversi jadi kursi di DPR," ujar katanya.

BACA JUGA:  Pengamat: Mensos Risma Ikuti Jejak Jokowi Agar Dilirik Parpol

Tidak hanya itu, dirinya juga menilai banyaknya partai akan mempersulit pencapaian suara mayoritas di dalam lembaga legislatif. 

"Suara legislatif 50 persen plus satu itu akan sangat sulit. Hal itu akan menuntut partai-partai untuk berkoalisi secara pragmatis," katanya.

BACA JUGA:  Bingung Memilih Parpol, Ridwan Kamil: Saya Istikharah Dulu

Sayangnya, menurut Kunto, koalisi pragmatis tersebut sudah menjadi bagian dari sejarah dan kebiasaan yang akan berujung pada kepentingan pribadi atau kelompok partai.

"Dalam sejarahnya di Indonesia, kebanyakan partai membuat koalisi pragmatis yang berbasis pada bagi-bagi kekuasaan. Kenyataannya memang begitu," tuturnya.

Tidak hanya itu, Kunto juga menilai bahwa semakin banyak partai, maka akan semakin membingungkan para pemilih.

"Karena pemilih itu harus mencari informasi yang banyak terkait platform partai-partai ini," katanya.

Menurutnya, hal tersebut akan membuat masyarakat kebingungan, sehingga publik akan memilih dengan asal atau berdasarkan pengetahuan yang minim saja.

"Pada akhirnya, pemilih bisa jadi akan menggunakan pertanda yang mudah atau nyaman dikenali saja untuk memilih, contohnya seperti tokoh atau figur bahkan sekadar gambar partai," tutur Kunto.

Menurut Kunto, cara publik dalam memberikan suaranya tersebut akan memberikan kerugian yang berdampak panjang.

Salah satunya adalah membuat masyarakat memilih berdasarkan intuisi, bukan visi misi partai.

"Jadi, para pemilih cenderung melihat tanda dan asal. Tidak mengkaji program dan visi misinya," tandas Kunto. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Yasserina Rawie Reporter: Panji

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co