GenPI.co - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD meminta penegak hukum mewaspadai potensi industrialisasi hukum dalam penerapan restorative justice atau keadilan restoratif.
Adapun penerapan keadilan restoratif menjadi sarana transaksional baru dalam penyelesaian perkara.
Hal itu disampaikan Mahfud MD pada Acara Focus Group Discussion (FGD) bertema tema "Penyamaan Persepsi Aparat Penegak Hukum Terkait Penegakan Hukum Pidana dalam Perspektif Keadilan Restoratif," Kamis (4/11).
"Perlu diwaspadai penerapan keadilan restoratif yang berpotensi menjadi sarana transaksional baru dalam penyelesaian perkara," ujar Mahfud.
Mahfud menegaskan, keadilan restoratif yang diterapkan Polri, Kejaksaan, dan Mahkamah Agung perlu disambut baik sebagai salah satu terobosan dalam mengatasi problematika sistem peradilan pidana.
"Antara lain dalam mengatasi luapan narapidana di lembaga pemasyarakatan karena hukuman penjara yang masih menjadi model penghukuman favorit dari peradilan," ujar Mahfud.
Mahfud menambahkan, hal lain yang perlu diperhatikan dalam penerapan keadilan restoratif adalah koordinasi antara Polri dan Kejaksaan RI pada saat penerapan keadilan restoratif.
Terutama dalam setiap tahapan penanganan perkara yang menjadi tanggung jawab dan wewenang masing-masing.
Mahfud menjelaskan, perdebatan mengenai konsep pemidanaan yang sesuai untuk dipergunakan oleh sistem peradilan pidana mengacu kepada konsep keadilan.
Terdapat dua arus utama perspektif dalam melihat konsep keadilan, yaitu keadilan retributif dan keadilan restoratif.
Konsep pemidanaan dalam perspektif keadilan retributif mengacu pada tujuan penjatuhan pidana yaitu pembalasan, pencegahan, dan efek jera serta rehabilitasi.
Dalam konsep ini, negara merupakan satu-satunya pranata yang berwenang untuk menjatuhkan pidana.
Sementara itu, perspektif keadilan restoratif menolak gagasan negara sebagai satu-satunya yang berhak menjatuhkan pidana.
"Persoalan proporsionalitas kurang penting daripada konsiliasi dan penciptaan kedamaian, sejauh korban dan pelanggar percaya mereka telah menyelesaikan secara adil, meskipun terjadi perbedaan di antara kelompok pelanggar yang telah melakukan pelanggaran yang serupa (disparitas, red)," kata Mahfud. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News