Soroti Kecurangan, Pengamat Politik: Siap-Siap Jika Pemilu 2024 Tidak Netral

11 November 2023 19:15

GenPI.co - Pengamat politik Hendri Satrio mengingatkan masyarakat tentang potensi Pemilu dan Pilpres 2024 tidak berjalan netral.

"Kita harus bersiap-siap jika nyatanya Pemilu 2024 tidak berjalan dengan netralitas. Saya mungkin hanya akan diolok-olok karena berharap agar aparat negara tetap netral,” kata Hendri dalam diskusi media bertajuk Perusakan Baliho Ganjar di Sumut yang diselenggarakan Media Center TPN Ganjar-Mahfud, di Rumah Cemara 19, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (11/11). 

Dia merujuk pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (pilpres) Prabowo Subianto.

BACA JUGA:  Didukung Din Syamsuddin, Cak Imin: Tambahan Semangat Menang Pilpres 2024

Menurut Hendri, Presiden Jokowi sebagai ayah seharusnya tidak mengizinkan Gibran maju sebagai cawapres apabila ingin menjaga netralitas.

“Seharusnya saat makan siang bersama calon presiden, Jokowi menyatakan kepada Prabowo ‘untuk menjaga netralitas saya, saya tidak mengizinkan Gibran mendampingi Prabowo’ dan mengundang Prabowo untuk mencari calon wakil presiden lain," ujar Hendri.

BACA JUGA:  Bobby Nasution Akan Sampaikan ke PDIP soal Dukungannya ke Gibran di Pilpres 2024

Pendiri lembaga survei Kedai Kopi itu mengatakan pihak yang terlibat dalam kecurangan adalah yang merasa lemah dan kalah.

"Dia terlibat dalam kecurangan karena menyadari akan mengalami kekalahan sehingga merasa harus menggunakan cara curang untuk meraih kemenangan," ujar Hendri.

BACA JUGA:  PDIP Beri Waktu 2 Hari ke Bobby Nasution untuk Tentukan Dukungan di Pilpres 2024

Pria yang karib disapa Hensat itu mencontohkan kecurangan dalam Pemilu 1992. Dia menjelaskan saat itu ada partai politik mendapatkan waktu berkampanye di suatu tempat.

Namun, izin kampanye dicabut penguasa pada saat acara berlangsung sehingga partai tersebut tidak bisa melanjutkan acaranya.

Hensat menuturkan pada saat itu banyak orang yang menyuarakan ketidakpuasan terhadap pemerintah yang dianggap tidak adil. Hal itu ditandai dengan simbol warna putih sebagai bentuk golput.

Hensat menyatakan pada saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk mengekspresikan ketidakpuasan dengan mendorong masyarakat untuk golput dalam pemilu. 

Dia justru menekankan pentingnya masyarakat menggunakan hak pilihnya agar penguasa yang memiliki ambisi terus berkuasa tidak meraih kemenangan dalam pemilu.

Hensat memberikan saran untuk melakukan kampanye dengan menggunakan satu simbol warna yang melambangkan aspirasi rakyat untuk menghindari praktik kecurangan dalam Pemilu dan Pilpres 2024.

"Ini merupakan fenomena nepotisme yang mana anak-anak yang memiliki keistimewaan mendapatkan akses tanpa melewati proses yang sesungguhnya,” ujarnya.

Dia menjelaskan situasi itu bisa mengurangi semangat anak-anak muda yang sebenarnya memiliki prestasi dan semangat perjuangan dalam mencapai suatu posisi.

Secara serius, Hensat menyatakan bahwa fenomena nepotisme ini terjadi dalam konteks politik nasional menjelang Pemilihan Presiden 2024. 

"Lebih tepatnya, saya melihatnya sebagai anak presiden dan bukan sebagai individu yang mencapai prestasi," ungkap Hensat.

Hensat menyatakan bahwa praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) pada akhirnya selalu merugikan dan merusak. Menurut Hensat, partai politik harus mengajak masyarakat menentang kecurangan dalam Pemilu dan Pilpres 2024 dengan menggunakan simbol warna. 

Hensat pun memberikan apresiasi kepada TPN Ganjar-Mahfud yang terus-menerus mengungkapkan masalah kecurangan dalam pemilihan umum. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Ragil Ugeng

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co