GenPI.co - Indonesian American Lawyers Association (IALA) menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 90/PUU-XXI/2023 dengan surat terbuka yang dirilis pada Minggu (12/11).
IALA menggelar rangkaian diskusi ilmiah bertajuk The Critical Hour. Tema yang diangkat ialah Judicialization of Politics: Bird’s Eye View from the U.S. and Indonesia.
Sejumlah pengacara dan praktisi hukum dari diaspora Indonesia serta komunitas yang tertarik dengan hukum mengikuti acara itu.
Diskusi itu bertujuan membahas yudisialisasi politik serta membandingkan sistem peradilan di Amerika Serikat dan Indonesia.
Tujuan lainnya ialah membahas perbedaan dalam penanganan konflik hukum. Salah satu topik yang dibawa pengacara adalah polemik hukum dan politik di Indonesia berkaitan gugatan terhadap MK mengenai batas usia calon presiden dan calon wakil presiden.
Para pembicara dalam diskusi tersebut sepakat bahwa masalah utama terkait Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 bukan isi putusan, melainkan conflict of interest yang memicu ketidakpastian hukum.
Konflik itu muncul karena Ketua MK Anwar Usman yang akhirnya dipecat merupakan paman Gibran Rakabuming Raka. Hal itu menimbulkan pertentangan etik dan pelanggaran Pasal 17 UU No. 48 (2009) tentang Kekuasaan Kehakiman.
Sorotan lainnya ialah keputusan MK menambahkan klausul terkait jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk kepala daerah.
Putusan itu juga dianggap batal karena ada conflict of interest yang mengarah pada potensi konflik antara Pasal 10 UU No. 24 (2003) tentang Mahkamah Konstitusi dan Pasal 17 UU No. 48 (2009).
Di sisi lain, IALA merespons positif keputusan Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang memberhentikan Anwar Usman sebagai Hakim Ketua MK.
MKMK juga melarang Anwar Usman terlibat dalam pemeriksaan perkara terkait perselisihan hasil pemilu.
Menurut IALA, meskipun belum sempurna, keputusan itu adalah langkah penting dalam memulihkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum di Indonesia.
Mereka mengapresiasi mekanisme internal yang memungkinkan perbaikan dan rehabilitasi atas kesalahan atau pelanggaran.
IALA menilai hal itu sebagai langkah transparan dalam perbaikan sistem hukum yang lebih disukai daripada intervensi ekstra yudisial. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News