GenPI.co - Institut Teknologi Bandung (ITB) akan memperkuat literasi digital, literasi hukum dan etika berkomunikasi di berbagai media setelah adanya insiden penangkapan mahasiswi Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) berinisial SSS karena mengunggah meme kepala negara.
Direktur Komunikasi dan Hubungan Masyarakat ITB Nurlaela Arief mengatakan pihaknya berkomitmen membina mahasiswi Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) berinisial SSS tersebut.
"ITB berkomitmen untuk mendidik, mendampingi, dan membina mahasiswi tersebut untuk dapat menjadi pribadi dewasa yang bertanggung jawab," kata dia, Senin (12/5).
ITB juga menjunjung tinggi adab dan etika dalam menyampaikan pendapat dan berekspresi, dengan dilandasi nilai-nilai kebangsaan.
Nurlaela menjelaskan kampus juga akan menyelenggarakan diskusi terbuka, kuliah umum, dan program pembinaan yang melibatkan teman sebaya, pakar dan dosen.
Hal ini sebagai bagian dari upaya edukatif.
"Hal ini diharapkan dapat memperkaya wawasan mahasiswa tentang kebebasan yang konstruktif dalam era digital," papar dia.
Di sisi lain, ITB mendorong civitas akademika untuk menjadikan peristiwa ini sebagai refleksi bersama.
Menurut dia, kebebasan berekspresi memang hak setiap warga negara.
Namun, ini harus dijalankan dengan tanggung jawab, pemahaman hukum, serta penghormatan terhadap hak dan martabat orang lain.
"ITB terus melakukan segala upaya untuk terciptanya atmosfer akademik yang sehat dan berkualitas, tetap memberi ruang bagi kebebasan berkumpul, berpendapat dan berekspresi, melakukan kajian kritis,” ungkap dia.
Namun demikian, kebebasan ini bisa disampaikan dengan tetap sopan, beretika dan bertanggung jawab.
Sebelumnya, Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (KM ITB) menuntut Polri membebaskan mahasiswa ITB berinisial SSS dari tahanan.
Ketua Kabinet KM ITB Farell Faiz Firmansyah mengaku prihatin dan menolak tindakan penahanan terhadap rekannya.
"Seni adalah kebebasan berekspresi kaum terpelajar yang seharusnya justru dilindungi oleh hukum, bukan justru dikriminalisasi," tegas dia.
Farell menyebut apa yang dilakukan SSS lebih baik dilihat sebagai upaya kritis untuk mengedukasi bahaya AI imitasi (AI).
"Penahanan saudara kami ini bisa dilihat sebagai bentuk penyempitan ruang berpendapat bagi seluruh rakyat Indonesia," jelas dia.(ant)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News