Praktik Mafia Tanah, Setali 3 Uang BPN dan Notaris/PPAT

02 Maret 2021 10:55

GenPI.co - Praktik mafia tanah bukan hanya terjadi pada eksternal, tetapi bisa juga dari internal. Kasus mafia tanah dari internal biasanya melibatkan Badan Pertananan Nasional (BPN) dan Notaris/PPAT. 

Hal itu disampaikan Amstrong Sembiring selaku kuasa hukum Haryanti Sotanto, seorang ibu rumah tangga yang menjadi korban mafia tanah. 

BACA JUGA: KLB Demokrat Makin Dekat, AHY Bisa Lengser Keprabon

Kasus tersebut sedang diperkarakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dengan nomor perkara 813 dengan tergugat Notaris/PPAT Soehardjo Hadie Widyokusumo, dengan Ketua Mejelis Hakim Ahmad Suhel.

Amstrong juga menggugat Menteri ATR/BPN, Kakanwil BPN DKI Jakarta dan BPN Jakarta Selatan, dengan nomor perkara 778.

"Praktik mafia tanah ini setali tiga uang, antara BPN dan Notaris PPAT. Notaris/PPAT yang membuat, BPN ini yang membiarkan, terjadilah kongkalikong." ungkap Amstrong kepada wartawan di Jakata, Selasa (2/3).

Mantan capim KPK itu mendukung langkah tegas Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil berantas pada anak buahnya dan Notaris/PPAT. 

"Tapi jangan omdo (omong doang) Pak Menteri Sofyan Djalil, buktikan sikat mafia tanah," tegas Amstrong.

Pengacara yang memenangkan gugatan privatisasi air lawan mantan Gubernur DKI Sutiyoso itu membeberkan modus mafia tanah yang dialami kleinnya.

Menurut Amstrong, Notaris/PPAT Soehardjo Hadie Widyokusumo membuat akta pernyataan dan kesepakatan bersama dan akta persetujuan yang dibuatnya pada tanggal 8 april 2011 kepada para pihak yang isinya memindahkan hak dilarang hukum. 

"Si Notaris/PPAT menjanjikan kepada pihak Klien Saya Haryanti Sutanto akan dibagi bagian warisnya, kemudian para pihak mendantangani perjanjian tersebut. Notaris/ppat itu bekerja sama dengan pihak lawan yaitu Soerjani Sutanto membuat akta hibah hingga akhirnya sertifikat diubah nama dari almarhumah Soerapti ke nama pihak lawan Soerjani Sutanto," ungkapnya.

"Hingga saat ini, berdasarkan akta perjanjian dan persetujuan itulah pihak klien saya tidak mendapatkan hak warisnya atau terampas semua hak warisnya," sambungnya.

Sementara modus mafia tanah pada BPN, lanjut Amstrong, Setelah akta hibah yang dibuat oleh Notaris /PPAT Soehardjo Hadie Widyokusumo tanggal 9 mei 2011 maka langsung didaftarkan untuk Perubahan sertifikat 1152 dari Almarhumah Soeprapti ke nama Soerjani Sutanto ke BPN.

BACA JUGA: Dirut Taspen Antonius Kosasih Dilaporkan ke Polda Oleh Istrinya

"Pihak BPN tutup mata seolah tidak tahu jika akta hibah tersebut adalah bentuk penyimpangan dari pasal 39 ayat (1) huruf d dan huruf g PP NOo 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah dan aturan perundang-undangan lainnya, sehingga diubahlah sertifikat tersebut dengan cara dipaksakan," kata Amstrong.

Pada akhirnya Amstrong menggugat kasus tersebut karena terindikasi jelas praktik mafia tanah bermain antara BPN dan Notaris/PPAT.


 

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Cahaya

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co