GenPI.co - Dhian Kusuma mengalami pasang surut saat menjalankan usaha kuliner otak-otak bandeng.
Duka menghampirinya ketika pandemi covid-19 melanda. Usahanya menukik. Omzetnya terjun bebas.
Situasi itu berbeda dibandingkan sebelum covid-19 melanda. Dia bisa mengirimkan pesanan ke luar kota.
Pada tahun pertama pandemi covid-19, Dhian masih bisa mendapatkan hasil bagus.
"Kami bisa kirim ke Bandung dan Jogja. Lumayan bisa kirim sekitar 10-20 ekor seminggu sekali," kata Dhian kepada GenPI.co Jatim, Senin (1/8).
Namun, situasi berubah pada tahun kedua pandemi. Omzet bisnis turun hingga 50-60 persen.
Dhian mengaku bisa menjual 10-15 kilogram otak-otak bandeng sebelum ada pandemi.
Saat covid-19 melanda, dia baru bisa menghabiskan produknya dalam sebulan.
Bisnisnya sepi. Dhian sampai kebingungan. Wanita asal Petemon, Surabaya, itu harus memutar otak. Dia mengurangi jumlah produksi.
"Saya tidak berani nyetok banyak-banyak. Biasanya 10-15 kg habis 3-4 hari, ini bisa sampai sebulan baru habis," ujarnya.
Suatu hari, ada pelanggan yang memesan otak-otak bandeng dalam jumlah banyak. Dhian kaget.
"Pernah waktu itu kehabisan stok ada yang meminta pesanan dadakan dari Kediri mau borong sepuluh ekor," ungkapnya.
Dia mengaku menjual produknya Rp 55 ribu per kotak. Usaha yang dijalankan sejak 2000 itu pun mulai bangkit.
Pesanan terus mengalir, bahkan dari luar negeri. Namun, dia belum bisa mengekspor produknya.
"Kebetulan adik saya pernah dibawa ke Jerman, Belanda, Hong Kong. Masih by order dan oleh-oleh," jelasnya. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News