Begini Kalau Festival Payung Pulang Kampung

07 September 2018 21:48

Pagelaran Festival Payung Indonesia 2018 begitu istimewa. Event ini digelar di tempat asalnya, ibu segala payung yakni Borobudur. Digelar di Taman Lumbini, Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Jumat (7/9), suasana meriah begitu kental meski hujan sedang turun.

"Candi Borobudur merupakan tempat asal lahirnya payung Nusantara. Filosofinya sangat dalam. Payung menjadi simbol sekaligus penanda dalam siklus kehidupan dan perekat keberagaman," ujar Ketua Pelaksana Festival Payung Indonesia, Heru Prasetya.

Berbagai ragam payung Nusantara hadir di Borobudur. Semuanya menyemarakkan perayaan tahunan yang mengangkat tema Lalitavistara. Tema itu diambil dari kisah yang terpapar pada relief Borobudur. Yaitu merayakan payung sebagai penanda kelahiran, berbagai tahap kehidupan, keagungan dan kematian.

“Festival ini menjadi perayaan rakyat terbesar yang dihadiri berbagai kalangan masyarakat. Perayaan kehangatan yang digelar dalam ‘Sepayung Indonesia’, lanjut Heru.

Event yang masuk Calendar of Event Kementerian Pariwisata ini dibuka oleh Arak-Arakan Payung Nusantara. Mengelilingi Borobudur, iring-iringan itu menapaki kembali jalan purba yang dilalui para peziarah dunia bersama masyarakat sekitar. Pagi, siang dan sore hari terdapat pentas tari dan musik, workshop pembuatan payung, workshop payung ecoprint, dan pameran payung lontar.

Heru menjelaskan, Selama tiga hari pengunjung akan dimanjakan dengan berbagai ragam tradisi payung dari pelosok tanah air. Ada dari Jepara, Banyumas, Tasikmalaya, Tegal, Kendal,  Malang dan Juwiring (Klaten).

Partisipan dari luar negeri tak mau ketinggalan. Mereka berasal dari dari Jepang, India, Pakistan dan Thailand.

"Festival Payung Indonesia ini mempertemukan perajin payung, seniman, pekerja seni dan komunitas kreatif untuk melestarikan payung tradisional Indonesia. Selain itu  mengeksplorasi tradisi payung Indonesia hingga batas terjauhnya dengan melibatkan partisipasi beragam masyarakat," Heru menambahkan.

Selain pertunjukan seni, festival ini juga menjelajahi cita rasa sajian kuliner klasik Rasakala, yang meramu kembali kekayaan rasa yang digali kembali dari artefak sunyi Borobudur.

Malam hari pengunjung diajak mendengarkan lantunan sunyi Ata Ratu dari Sumba Timur, Suara Semesta Ayu Laksmi dari Bali, dan kidung kontemporer dari Endah Laras.

Di puncak acara, terdapat Anugerah Payung Indonesia untuk Syofyani Yusaf maestro tari dari Padang, Ata Ratu maestro musik Jungga (alat musik tradisional  Sumba Timur), dan Mukhlis Maman maestro musik Kuriding (alat musik tradisional Kalimantan Selatan).

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Paskalis Yuri Alfred

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co