Kabata, Nyanyian Siklus Tani Masyarakat Kalaodi

19 November 2018 15:49

Nun jauh di Pegunungan Pulau Tidore Dalam, ada sebuah perkampungan kecil bernama Kalaodi. Pemukiman di pedalaman Maluku Utara ini disebut juga Negeri Perbukitan, atau Buku Se Dou dalam bahasa setempat.

Buku Se Dou Kalaodi adalah kawasan perkampungan tua yang terdiri dari tiga dusun kecil yang terpisah satu sama lain. Ketiga dusun tersebut adalah Kola, Dola dan Golili. Berada di daerah perbukitan, kawasan ini juga terdapat hamparan pepohonan cengkeh, Pala, Kayu Manis, juga Durian. Pohon-pohon tersebut dapat terlihat jelas di sekeliling maupun sepanjang jalan menuju kampung.

Arifin Abbas, Staf Bidang Promosi Dinas Pariwisata Kota Tidore Kepulauan mengatakan, Kalaodi berhawa sejuk lantaran berada di ketinggian 900 mdpl. Kawasan ini juga tempat yang strategis untuk menikmati matahari terbit dan terbenam. Namun agak sulit mendapatkan momentum itu. Pasalnya Kalaodi selalu diselimuti awan.

“Kampung kami ini juga sering disebut Negeri di Atas Awan, karena hampir setiap pagi, siang maupun sore hari dan malam diselimuti awan putih,” ungkap Arifin kepada Kontributor GenPI.co, Nyong Capalulu belum lama ini.

Tak hanya terkenal dengan sebutan Negeri di atas awan, masyarakat yang mendiami Kalaodi juga menjunjung adatnya tinggi-tinggi. “Di sini juga kami masih sangat menjaga adat istiadat yang telah ada sejak berpuluh puluh tahun lalu yang sering dilakukan oleh moyang kami. Kearifan lokal tersebut juga kerap ditampilkan dalam acara adat maupun acara festival,” tambah Arifin.

Salah satu buah kearifan lokal masyarakat Kalaodi adalah tarian dan Kabata (nyanyian syair puitis). Tarian dan kabata biasanya dibawakan oleh sekelompok orang yang ingin melakukan gotong royong, mulai dari persiapan lahan hingga saat panen.

Tradisi tersebut dimulai dengan Kabata Marong. Ini adalah nyanyian adat yang didendangkan di bukit saat sunyi sepi di pagi hari menjelang siang disertai asap api yang membubung ke  angkasa. Lagu Kabata Marong ini biasanya dilantunkan untuk membangkitkan gairah kerja, rasa cinta, ketulusan kerja yang terpupuk di antara seluruh anggota kerja (Marong).  Lagu ini juga menceritakan senandung rindu akan kesuburan tanaman.

Kabata Marong didendangkan dengan tarian Ha.. Eee. Ini adalah tarian yang menggambarkan proses penanaman pasi ladang. Ada tiga tahap tarian, yaitu Sagu (menikam tanah), Masih (meletakkan biji ke dalam tanah), dan Oca (menutup biji padi dengan tanah. Masing-masing penari menggunakan alat sesuai dengan tugasnya

Ada pula yang namanya Kabata Dutu. Syair puitis ini didendangkan dengan irama yang dihasilkan dari bunyi tumbukan lesung. Syairnya bukan hanya bertemakan segala peristiwa ataupun kegiatan yang terjadi di masa lampau, tetapi juga mengungkapkan pesan-pesan bijak para leluhur dan pesan moral. Bahkan mengungkapkan hubungan antara manusia dengan alam, hubungan manusia dengan manusia dan manusia dengan sang pencipta.

"Kabata Dutu dilantunkan dalam bentuk kelompok dengan gaya saling berbalas. Masing-masing kelompok dipimpin oleh seseorang yang disebut suhu. Kegiatan ini di lakukan setalah warga melakukan panen padi ladang  yang ditumbuk secara beramai ramai sebelum di jadikan olahan makanan," Arifin menjelaskan.

“Jadi semua Kabata itu  berkesinambungan, mulai dari proses pembongkaran lahan, para petani menanam benih, hingga panen dan di olah. Semua ada Kabatanya. Kabata juga merupakan, ungkapan rasa syukur kegembiraan atas apa yang telah didapat,” tutup Arifin.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Paskalis Yuri Alfred

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co