Angguk, Eksotisme dari Rakyat jelata

Angguk, Eksotisme dari Rakyat jelata - GenPI.co
Lenggok gemulai Tari Angguk di Menoreh Tourism Festival 2018

Perbukitan Menoreh di sisi barat Jogja menyuguhkan panorama alam luar biasa. Dari sejuknya perbukitan yang senantiasa dirundung kabut di pagi dan sore hari, berpadu apik dengan berbagai air terjun yang mengalir dari sumber mata air alami. Ada juga  hutan hijau, goa-goa, pedesaan dengan bangunan rendah khas pegunungan hingga kesenian tradisional yang sangat eksotis. Jadi nggak heran jika kawasan yang kabupaten Kulon Progo ini disebut The Jewel of Java.  

Salah satu kesenian asli yang berkembang di Kulon Progo adalah Angguk. Ini adalah  paduan budaya Jawa dan Arab dan Belanda. Gerakan gemulai dengan khas tari Jawa kental sekali dalam kesenian ini. Paduanya unik lantaran budaya Arab mengisi iringan musik berupa tabuhan kendang, tambur dan terbang. Nuansa arab juga kental pada  nyanyian pengiring dengan bahasa Arab bercampur Jawa.

Sementara pengaruh kuat budaya Eropa tampak pada kostum penarinya.  Tampil dengan dasar hitam dan hiasan-hiasan warna kuning atau merah. Ada juga pernik berupa berpangkat diatas kedua pundak, bercelana pendek, bertopi pet dengan hiasan bulu-bulu, dan berkaos kaki.

Seni tari Angguk ini sangat berbeda dengan seni tari yang berkembang di Jogja, terutama pada kostum yang dikenakan. Jika tarian Jawa pada umumnya mengenakan kain jarik sebagai bawahan, maka para penari Angguk mengenakan celana pendek. Hal ini menjelaskan bahwa kesenian ini muncul dan berkembang atas inisiatif rakyat jelata, bukan dari dalam Kraton Ngayogyokarto Hadiningrat yang banyak memunculkan berbagai jenis kesenian. Awal mula tujuan tarian ini adalah sebagai ungkapan kegembiraan dan rasa syukur atas panen raya rakyat di Kulon Progo di masa penjajahan Belanda. Namun di era sekarang ini Angguk bertujuan sebagai hiburan yang sering ditampilkan dalam hajatan pernikahan, sunatan dan acara khusus di masyarakat Jogja.

Perjalanan saya kali ini menuju Goa Kiskendo. Itu adalah sebuah Goa dengan mitos cerita Sugriwo Subali dalam pewayangan. Di tempat inilah  nanti akan dipentaskan kesenian Angguk putri, sebagai bagian dari event akbar Menoreh Tourism Festival 2018.  Memasuki area wisata alam ini, mata saya tertuju pada sekelompok perempuan cantik yang kesemuanya sedang bersolek . Lipstik merah tebal menghiasi senyum dan tawa mereka menunggu saatnya pentas. Kelompok tari Angguk kali ini dari sanggar Sekar Kencono di kabupaten Kulon Progo.

Di arena, penari berjumlah 16 personil ini mulai berlenggok gemulai. Sementara  ratusan pasang mata yang hadir dalam acara Menoreh Tourism Festival 2018 menyaksikan aksi mereka dengan seksama. Berderet sebanyak 2 baris,  para penari sedikit menekukkan kaki  dan bergoyang pinggul serta gemulai gerakan tangan uker/ngruji.  Gerakan tarian ini sungguh mempesona. Ditambah sungging senyum tipis manis yang menyertai setiap gerakannya membuai penonton begitu rupa.  Saking terpesona, para penonton ada yang menghentakkan kaki ataupun menggoyangkan tangan mengikuti ketukan musik yang berasal dari kendang, tambur, dan terbang atau rebana.

Pentas kali ini dilakukan dalam 3 babak tari.  Masing-masing babak berlangsung sekitar 10 menit. Syair lagu yang dinyanyikan berbahasa Jawa namun benuansa Arab ini mempunyai nada  dan gerakan tari yang hampir sama dalam setiap babak tarian. Yang membedakan adalah ketukan atau gaya tariannya. Di babak kedua dan ketiga mereka menari semakin rancak.

Masuk  babak ketiga, salah seorang penari mengalami trance atau kerasukan. Di jaman dahulu kala memang tarian ini selalu mengisahkan lakon dari cerita Umarmoyo, Sekar Mawar, Dewi Kuning-Kuning, Air Gunung, Trisnowati dan Awang-awang. Hingga sampai saat ini banyak masyarakat yang memercayai ketika penari kerasukan maka yang merasuki adalah roh dari tokoh-tokoh tersebut.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya