GenPI.co - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai bahwa hukum Indonesia tak bisa melakukan penyesuaian secara cepat dalam mengatasi permasalahan produk keuangan digital, seperti pinjaman online (pinjol) ilegal dan kripto.
Oleh karena itu, financial technology (fintech) di Indonesia tak bisa diterapkan secara maksimal di lapangan jika hanya bergantung pada hukum yang berlaku saat ini.
Ketua Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan bahwa Undang-Undang Perbankan dikeluarkan pada 1992.
BACA JUGA: Minggu Kedua Februari, Aset Kripto Kembali Meroket
Sementara itu, praktik dari produk keuangan yang terjadi hari ini tak diatur secara spesifik dalam undang-undang tersebut.
“Tak hanya pinjol, belakangan juga muncul produk-produk investasi yang juga belum disebutkan dalam undang-undang, misalnya kripto,” ujarnya dalam acara “Pinjaman Online Legal atau Ilegal: Kebutuhan Masyarakat dan Penegakan Hukum”, Jumat (11/2).
BACA JUGA: Harga Kripto Berguguran Lemah Tak Berdaya
Menurut Wimboh, kripto sebenarnya menjanjikan keuntungan luar biasa bagi perekonomian di Indonesia.
Namun, pemanfaatannya butuh perhitungan yang lebih serius, terutama dalam praktik crypto mining.
BACA JUGA: OJK Catat Stabilitas Sektor Keuangan Nasional Tetap Terjaga
“Crypto mining ini ada rumus-rumusnya, tetapi yang punya siapa? Kalau dibuka, semua orang bisa mining, bisa terjadi kekacauan,” ungkap dia.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News