GenPI.co - Seorang guru besar menegur saya di ruang tunggu Bandara Sukarno Hatta. Sama-sama akan ke Aceh. Kemarin.
"Sampai hari ini Disway belum membahas Fufufafa," ujarnya.
Saya tertegun. Fufufafa. Begitu banyak guru besar yang ke Aceh. Ada pertemuan Majelis Wali Amanat (MWA) di Aceh. Khusus untuk MWA dari universitas yang sudah berstatus PTNBH –Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum. Rutin. Tiap tahun. Tempatnya berpindah-pindah. Kebetulan ini mendekati 20 tahun tragedi tsunami Aceh.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Gerimis Pansus
Guru besar dari Institut Pertanian Bogor (IPB) itu benar. Saya ternyata belum pernah menulis soal Fufufafa. Padahal hebohnya luar biasa. Saya malu. Apalagi pertanyaan itu diucapkan di depan begitu banyak guru besar dari berbagai perguruan tinggi ternama di Jawa.
Untung segera boarding. Di dalam pesawat saya duduk di pojok kelas ekonomi. Posisi saya kejepit dua ibu yang juga akan ke Aceh –atau, rasanya orang asli Aceh. Ini kesempatan baik untuk merenungkan pertanyaan guru besar tadi.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Delapan Prabowo
Ups... Kesempatan baik untuk tidur dulu dengan pengantar tidur pertanyaan itu. Sampai tertidur saya belum menemukan jawaban ''kenapa''.
Ketika posisi pesawat di atas Palembang saya terbangun. Ingat pertanyaan itu lagi. Kenapa. Rasanya memang sudah agak lama saya tidak mau menunggangi arus. Tidak ikut isu yang lagi heboh-heboh di medsos. Terutama sejak medsos lebih seru di seputar politik pemilu dan pilpres.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Tiga Presiden
Saya akan selalu ingat: beberapa perusuh Disway minta saya tidak usah ikut bahas politik. Membosankan. Itu-itu saja. Berisiko. Biarlah itu bagian medsos.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News