Mencecap Masa Lalu di Kampung Bena

Mencecap Masa Lalu di Kampung Bena - GenPI.co
Kampung Bena, diperkirakan telah ada sejak era megalitikum

Kekayaan alam maupun budaya Indonesia seolah tak ada habisnya. Setiap wilayah menawarkan kekhasannya masing-masing. Di Flores, NTT, misalnya, bertebaran berbagai  destinasi wisata menarik yang sayang untuk dilewatkan begitu saja. Pulau yang ukurannya hanya seperenam dari Pulau Jawa ini menyuguhkan keindahan alam dan kekhasan budaya yang tidak aka nada di belahan bumi manapun.

Kampung Bena adalah salah satu destinasi wisata budaya di Flores. Desa adat ini terletak di Kabupaten Ngada, Flores, NTT. Berjarak 19 km dari kota Bajawa sebagai ibukota kabupaten, akses menuju tempat ini terbilang mudah. Jalannya beraspal halus  namun berkolok-kelok mengikuti kontur geografis Flores yang begunung-gunung. Jika tidak biasa melewati jalan seperti ini, Anda pasti akan merasa pening. Namun dijamin sakit kepala itu akan hilang saat sudah sampai di tujuan.

Memasuki Kampung Bena, Anda akan merasa seperti dilempar ke masa lalu. Seolah jaman mengacuhkan kampung kecil yang tersembunyi ini di tengah hingar-bingar kemajuan yang mengiringi derapnya. Tumpukan-tumpukan bebatuan gunung disusun sedemikian rupa sehingga menjadi fondasi kokoh bagi rumah-rumah beratap ilalang dan ijuk. Rumah-rumah ini berjejer memanjang mengitari sebuah pelataran  yang dibentuk berudak-undak. Bentuk Kampung ini memanjang dari utara ke selatan. Sekilas  terlihat seperti perahu yang kandas di kaki Gunung Inerie. Pintu masuk Kampung Bena hanya dari utara. Sementara ujung lainnya di bagian selatan adalah puncak sekaligus tepi tebing yang terjal.

Kampung Bena menjadi unik dengan cerita yang menyertainya. Salah satunya adalah perkiraan tentang asal muasal kampung yang telah ada sejak 1.200 tahun lalu. Rumah adat Kampung Bena diperkirakan merupakan peninggalan era megalitikum. Penilaian tersebut berdasarkan rumah yang masih beratap alang-alang. Kemudian dipadu dengan susunan bebatuan gunung. Tidak heran jika kampung Bena  mampu menarik minat para pelancong dari luar negeri untuk datang mengunjunginya.  

Keunikan Kampung Bena tidak hanya pada bentuk kampungnya saja. Tradisi dan adat istiadat penduduknya juga menarik untuk dipelajari. Pada area halaman tengah kampung terdapat Ngadhu dan Bhaga, simbol hubungan kekerabatan antara leluhur dan generasi itu sampai selamanya. Ngadhu merupakan representasi nenek moyang laki-laki dari satu klan (suku). Ngadhu tersimbol dalam bentuk sebuah tiang kayu memanjang yang diukir dengan motif sawa. Ia juga beratap alang-alang dan ijuk dengan dua tangan memegang parang dan tombak.

Di depan setiap rumah biasanya akan ada tumpukan tengkorak kerbau yang disusun rapi. Tengkorak kerbau ini dari hasil upacara adat yang diadakan pemilik rumah. Semakin banyak tengkoraknya semakin tinggi status sosialnya.

Sementara Bhaga merupakan representasi nenek moyang perempuan dari sebuah suku.

Meski berukuran tidak seberapa besar, namun Kampung Bena dihuni oleh sembilan suku. Kesembilan suku itu adalah Bena, Dizi, Dizi Azi, Wahto, Deru Lalulewa, Deru Solamae, Ngada, Khopa, dan Ago. Total terdapat  326 orang yang menempati 45 rumah kayu. Rumah suku-suku itu hanya dipisahkan oleh tingkatan-tingkatan. Masing-masing suku menempati satu tingkat. Tingkat paling tengah dihuni oleh suku Bena. Sebab, suku itu dianggap paling tua dan menjadi pionir pendiri kampung.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya