Dear Diary

Tubuhmu Tak Sehangat yang Kukira, Tapi Harus Kuterima Semua ini

Tubuhmu Tak Sehangat yang Kukira, Tapi Harus Kuterima Semua ini - GenPI.co
Ilustrasi. (Foto: Elements Envato)

Rasanya sedih sekali, sebab aku dan teman-teman kantorku harus rela pergi tanpa uang pesangon sepeser pun. Perusahaan kami benar-benar kehilangan daya oleh pandemi sialan ini.

Lamunanku buyar karena merasa seseorang menepuk pundak kiriku. Aku menoleh, lalu sedikit terperanjat karena engkau sudah duduk di sebelahku. Wajahmu tanpa ekspresi, persis seperti yang kulihat saat pertama kali melewati jalan ini.

“Apa kabarmu, sepertinya lama sekali tidak berjumpa,” katamu tanpa memalingkan wajah. Aku melihat pandanganmu yang lurus ke bawah, seolah menembusi lapisan aspal hingga ke pusat bumi.

Terkait pertanyaanmu, aku bingung harus menjawab apa. Ada sebuah aliran ganjil yang memenuhi nadiku, menghasilkan perasaan nyaman sekaligus waswas. Rasa yang sama itu kualami kala pertama kali bertemu denganmu, tepat di titik ini, di bawah pohon besar ini.

“Rasanya seperti memutar waktu,” jawabku sekenanya.

“Maksudmu?”

Aku kaget, ternyata engkau menyimak juga di balik wajahmu yang tampak dingin dan acuh itu.

“Yah, seperti memutar waktu,” aku menjawab setelah berdeham untuk membersihkan tenggorokan. “Terakhir kita bertemu, persis di bawah pohon ini, di jam yang sama, selepas magrib.”

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya