GenPI.co 
Coba sebut “Amahami” pada anak muda jaman now Bima. Mereka langsung sumringah. Bahkan kata Amahami ini familiar hingga di kalangan anak muda Sumbawa, Dompu dan Sumbawa Besar. Kamu pasti penasaran, Amahami itu apa, sih? Well, nama itu merujuk pada adalah salah satu sisi tepian teluk Bima. Oleh pemerintah setempat, kawasan pantai itu disulap menjadi taman yang gemerlap, penyempurna keindahan Bima. Kini tempat tersebut akan menjadi Kota Tepian Air yang pembangunannya terus dipacu, diperluas untuk tampil lebih megah lagi.
Di sekitar Amahami, bertebaran tempat-tempat menarik yang selalu masuk itinerary para wisatawan. Bagi wisatawan dengan minat khusus, nama-nama bernilai historis seperti Wadu Pa'a, Benteng Asakota, Tolo Bali, Dana Traha, Museum Asi Mbojo, Desa Ntobo, Kumbe, Donggo dan Sambori, adalah magnet bagi mereka.
Benteng Asakota, misalnya, menyuguhkan kisah mengenai perjalanan sejarah Bima. Asakota merupakan benteng pertahanan, penghalau musuh yang dibangun oleh para pejuang Bima demi mempertahankan negerinya dari para penjajah. Di sini kamu bisa melihat satu-satunya meriam yang tersisa. Namanya La Nggali Nggoma, sbuahmeriam induk yang dipasang di sebelah Barat dengan moncong menghadap ke utara.
Jejak-jejak sejarah terukir pada dinding-dinding tebing tepian Teluk Bima. Di situs cagar budaya Wadu Pa’a, wisatawan melihat corak kebuddayaan Hindu-Budha yang kental. Wadu Pa’a sendiri bearti Batu Pahat, merupakan tempat pemujaan Budha dan Siwa. Hal itu diperkuat dengan ditemukannnya Relief Ganesha, Mahaguru, Lingga-Yoni, relief Budha, termasuk stupa yang menyerupai bentuk stupa Goa Gajah Bali atau stupa-stupa di Candi Borobudur.
Tidak jauh dari kota Tepian Air, terdapat makam Raja-Raja Bima di Dana Traha. Sementara Tolo Bali adalah tempat yang meyimpan sejarah kejayaan Islam di daratan Bima. Di tempat itu terdapat makam Syekh Umar Al-Bantany, salah seorang ulama yang melakukan syiar Islam di Bima.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News
