Dear Diary

Sebuah Adegan...

Sebuah Adegan... - GenPI.co
Lucy terpikul melihat marin berduaan dengan perempuan lain di kamar mereka. (Foto: Elements Envato)

Lucy tetap terpaku di pintu kamar, seolah tak ingin membiarkan dua sosok yang berada di hadapannya melarikan diri. Sesungguhnya hatinya remuk redam. Martin, pria yang ia nikahi selama 5 tahun lalu itu ternyata menghianatinya.

Perempuan telanjang itu buktinya. Keduanya berdua di kamar tidur tanpa sehelai benang menutupi tubuh mereka. Apalagi yang mereka lakukan kalau bukan saling menindih, bergulat satu sama lain untuk mendapatkan kepuasan. Hati Lucy makin teriris membayangkan hal itu. Kedua kakinya bagai hilang daya, tak kuat menopang tubuh. Kepalanya berputar. Sebuah godam tengah memukul-mukul tubuhnya, meremukkan dadanya, menghancurkan kepalanya hingga ia hilang bentuk.

"Sejak kapan... Martin, katakan... sejak kapan kalian berdua.." Suara Lucy yang parau memecah keheningan di ruangan berlapis wallpaper cream itu.

Ruangan kamar yang sudah 5 tahun jadi saksi bisu pernikahan Lucy dan Martin. Kamar yang cukup luas itu adalah tempat favorit Lucy dari semua ruangan lain di rumah besar mereka. Di kamar itu Lucy merasa bisa menjadi dirinya sendiri, menunjukkan dirinya apa adanya kepada Martin. Ia menjadi penggoda, jadi manja, kekanak-kanakan, dan tanpa malu-malu mengitari seisi kamar dengan bertelanjang bebas.

Ia tahu suaminya sering memperhatikannya kala tak sehelai benangpun menenmpel di tubuhnya. Semuanya lantas diakhiri dengan persetubuhan yang hangat. Lucy bahagia, Martin pun selalu terlihat bahagia di kamar mereka itu. Namun tidak hingga hari ini, saat sosok asing mencemari peraduan mereka.

Martin masih membisu. Ia tak tahu bagaimana menjawab pertanyaan Lucy. Matanya nanar mengiba, bagai anak kucing yang minta sepotong daging. Mulutnya terkatup rapat. Pikirannya yang bagai benang kusut  itu mencari-cari alasan yang tepat. Namun ia tahu sudah terlambat. Lucy sudah melihat semuanya, perselingkuhannya dengan perempuan lain.

BACA JUGA: Membuktikan Cintaku untuk Rika hingga ke Puncak Gunung

"Biar aku jelaskan Lucy, aku.." Martin tercekat.

"Jawab saja Martin, sejak kapan?" Lucy berusaha terlihat tenang walau hatinya luluh lantak. Martin lalu bangkit, menggunakan selimut untuk menutup bagian bawah tubuhnya sambil mencoba mendekati Lucy.

"Lucy, tolonglah tenang..."

"Bagaimana kau menyuruhku tenang setelah semua ini terjadi, Martin... bagaimana..."  Tangis Lucy pun pecah. Amarah dan kesedihan bercampur jadi satu. Tubuhnya beguncang hebat hampir jatuh. Secepat kilat Martin menjangkau Lucy yang kelimpungan. Tangannya yang besar memeluk Lucy dengan erat agar tak sampai terjerembab.

Dalam dekapan suaminya itu, Lucy meraung sejadi-jadinya. Pikirannya begitu kacau. Kenangan-kenangan manis bersama Martin datang dan pergi di pikirannya. Namun sebuah perselingkuhan telah mencabut habis kebahagiannya itu sampai ke akar-akarnya. Pikiran-pikiran itu saling bertabrakan. 

"Tak menarik lagi kah aku di matamu,  hingga kau berpaling?  Martin, aku mencintaimu.. lalu kenapa kau lakukan itu?" ungkap Lucy diantara derai tangisnya.

Dalam dekapan Martin, Lucy terus menangis. Lalu entah dari mana, sebuah kekuatan mengalir di tangannya yang sudah lemas tak bertenaga . Lucy ingat sesuatu, lantas merogoh ke dalam tas jinjing yang menempel di pinggangnya. Sesaat seudahnya, sebuah kelebat sinar mengiringi ayunan tangan Lucy. Wanita telanjang selingkuhan Martin berteriak histeris melihat sebuah pisau yang mengarah ke leher Martin!

"and CUT!!" sebuah teriakan menghentikan aksi Lucy.

BACA JUGA: Aku dan Kemala, dari Benci jadi Cinta

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya