Dear Diary

Diam-diam Aku Bergairah dengan Sahabatku Sendiri

Diam-diam Aku Bergairah dengan Sahabatku Sendiri - GenPI.co
Aku mencintai sahabatku sendiri. (Foto: eHarmony )

Malam itu tak terlalu istimewa sebenarnya. Bulan yang bersinar tak sepenuhnya purnama saja masih ditambahi dengan beberapa mendung yang gerakannya cepat sekali. Awan rendah, sepertinya. Tapi masih selamat lah, bintang berkedip di beberapa bagian langit. Paling banyak di arah selatan, tepat di hadapanku, berarti.

Tapi membayangkan hanya menikmati malam bersama Ardi di kafe yang entah bagaimana bisa sesepi ini?? Aku tak berharap lebih. Semua kurasa cukup. Ironis? Sudahlah, aku terbiasa dengan keadaan dimana seolah-olah aku adalah makhluk paling ironis yang pernah ada.

Dan makan malam itu mendadak buram…

“Yud… kayaknya aku mau ngungkapin cintaku ke si dia, deh. Secepatnya kalau bisa”, ringan, Ardi membuka sesi curhat di sela-sela menikmati hidangan makan malamnya.

Aku, spontan menghentikan aktivitas makanku, 5 detik mungkin. Semoga Ardi tak menyadarinya. Aku tak menjawab, dan sedang tak ingin menanggapi. Kenapa dia harus merusak suasana malam ini dengan cerita cintanya yang entah pada siapa???????????

Dia membawaku, pergi meninggalkan kafe itu. Duduk di hamparan pasir yang anggak terpencil, di sini kanan dari kafe tadi. Sorot lampu mercusuar sesekali menerangi kami. Tapi sinar bulan yang sudah bebas dari mendung lebih dominan menemani kami.

“Sekarang aku mennggakui keadaan diriku, Yud. Ya, aku gay. Dan objek yang menjadi cerita-ceritaku selama ini, adalah kamu. Maafkan aku”, Ardi bicara tanpa menatapku. Pandangannya tertuju pada garis cakrawala yang beriak memantulkan cahaya bulan. Sama dengan yang kupandangi. Botol itu sesekali menyentuh bibir kami, lebih untuk menyirami hati daripada raga.

“Kenapa baru sekarang kau ucapkan semua ini, Di? Hanya untuk menyebut namaku dalam ceritamu saja harus membawaku ke pulau ini?”, tanyaku, masih tanpa memandangnya.

“Kalau kau mau tahu, kenapa aku bisa bersikap sekasar itu tadi, itu karena aku sudah tak tahan, Di. Bukan dengan ceritamu, tapi membayangkan ada orang lain yang begitu kau cintai sedemikian rupa. Dan itu bukan aku. Bukan namaku yang kau sebut-sebut dalam cerita khayalmu”.

Dia bangkit di kedua lututnya, tanpa permisi memelukku. Hangat, erat. Cerita-cerita Ardi tentang bagaimana dia jatuh cinta dengan sosok “dia” seakan berkelebat dikepalaku, hanya saja dengan komposisi yang berbeda. Kata “dia” berganti dengan namaku, di setiap cerita.

Hangat yang luar biasa.(*)

Simak video menarik berikut:

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya